SURABAYA (Suarapubliknews) – Dalam rangka menjamin keselamatan dan kesehatan warga, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menerbitkan Perwali nomor 33 tahun 2020 sebagai perubahan atas Perwali nomor 28 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Kondisi Pandemi Covid-19 di Surabaya. Dalam Perwali perubahan itu, salah satu yang diatur dan ditambahkan adalah kewajiban rapid tes atau tes swab bagi pekerja luar daerah dan pengaturan jam malam.
Upaya penyelamatan warga Surabaya dengan rapid tes dan pengaturan jam malam ini diapresiasi oleh Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Jawa Timur. Organisasi ini pun menjelaskan pentingnya rapid tes atau tes swab bagi pekerja luar daerah dan penerapan jam malam di Kota Surabaya.
“Jadi, prinsip yang harus diketahui bersama dan diterima oleh semua pihak adalah pergerakan orangnya, makanya yang harus dikendalikan adalah orangnya, supaya kita bisa mengendalikan penyebaran penyakit ini. Nah, karena penyakit itu bisa berasal dari manusia dan yang terinfeksi juga manusia, maka pergerakan orang ini harus dikendalikan,” kata Pembina Pengurus Daerah Persakmi Jawa Timur yang sekaligus Ketua IKA FKM UNAIR Estiningtyas Nugraheni membuka penjelasannya, Jumat (17/7/2020).
Kemudian, dimana peran rapid tes? Esti menjelaskan bahwa peran rapid tes ini untuk menapis dan memastikan bahwa orang yang masuk ke Kota Surabaya itu adalah orang-orang yang sehat dan jangan sampai menambah bebas Surabaya. “Jadi, rapid tes ini ditujukan untuk mengamankan kota ini,” tegasnya.
Menurutnya, orang-orang yang pindah-pindah setiap hari itu atau pekerja yang dari luar daerah, sebenarnya bisa dikategorikan sebagai orang yang rentan, karena berada di banyak titik pada pandemi Covid-19 ini, sehingga paparan yang dia terima juga cukup tinggi. Nah, pada orang-orang inilah yang harus dipastikan apakah orang-orang ini benar-benar aman dari infeksi virus atau tidak.
“Sekali lagi, pada prinsipnya kalau kita lihat upaya penapisan ini untuk mengendalikan supaya beban kota ini tidak bertambah, sehingga perlu disaring orang-orang yang masuk ke Surabaya, bukan malah justru menambah beban kota ini,” kata dia.
Selain itu, Esti menjelaskan bahwa kalau mengacu pada aturan atau regulasi, ada Surat Edaran (SE) Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 nomor 9 tahun 2020 tentang perubahan atas SE Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 nomor 7 tahun 2020 tentang kriteria dan persyaratan perjalanan orang dalam masa adaptasi kebiasaan baru menuju masyarakat produktif dan aman Covid-19.
“Bahkan, aturan dari Kemenkes juga tidak ada larangan secara tegas mengenai rapid tes ini. Di aturan Kemenkes itu dijelaskan bahwa rapid tes bisa dilakukan untuk skrining pada kelompok rentan, termasuk pekerja dari luar daerah sebagaimana yang diatur dalam Perwali perubahan itu,” katanya.
Oleh karena itu, Persakmi memastikan mendukung seluruh upaya Pemkot Surabaya dalam mengendalikan penyebaran Covid-19 ini. Apalagi, sampai saat ini belum ada model seperti apa yang ideal untuk mengendalikan penyebaran Covid-19 ini, dan selama ini Surabaya terus berupaya menjadi lebih baik dalam rangka mengendalikan penyebaran virus ini.
“Jadi, semua upaya itu kita apresiasi jika ditujukan untuk kebaikan bersama, termasuk upaya rapid tes ini,” ujarnya.
Di samping itu, Esti juga menjelaskan tentang jam malam yang juga diatur dalam Perwali perubahan itu. Menurutnya, secara prinsip penerapan jam malam ini juga untuk mengendalikan pergerakan orang.
“Tentu harapannya pada jam malam ini warga kota bisa beristirahat dengan baik supaya stamina dan imunnya naik, sehingga paparannya juga bisa berkurang, karena aktivitasnya lebih tertata,” imbuhnya.
Esti juga menggaris bawahi bahwa semua upaya yang telah diatur dalam Perwali perubahan itu adalah tindaklanjut dari hasil evaluasi. Harapannya tentu bersama-sama menekan dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di Kota Surabaya. “Proses ini terus berjalan dan terus dievaluasi untuk menangani Covid-19 ini,” pungkasnya. (q cox)