SURABAYA (Suarapubliknews) – Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak berkesempatan membuka rapat koordinasi (Rakor) Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) bertajuk ‘Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem di Jawa Timur’ di Hotel Harris Surabaya.
Wagub Emil mengajak seluruh Ketua TKPK di masing-masing Kab/Kota untuk bersama-sama dan bergotong royong menurunkan angka kemiskinan di Jatim. Menurutnya, menanggulangi kemiskinan bukanlah tugas yang mudah. Untuk itu, dirinya mengingatkan bahwa upaya menurunkan angka kemiskinan merupakan tugas seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Insyaallah TKPK di masing-masing Kab/Kota SE Jatim berkomitmen tinggi untuk bisa menjalankan strategi nasional, yakni mewujudkan pengentasan kemiskinan ekstrem Dan menanggulangi kemiskinan itu bukan tugas satu OPD saja, tapi tugas seluruh elemen di dalam pemerintahan yaitu harus bisa ikut bergotong-royong menangani kemiskinan,” katanya.
Angka kemiskinan Jatim pada September 2020 lalu mencapai 10,19 %. Lalu, pada Maret 2021 angka kemiskinan menurun menjadi 10,14 %. Namun, dirinya membandingkan dengan angka pengangguran yang mencapai 5,17 %.
Kondisi tersebut bisa diartikan bahwa banyak orang yang tidak menganggur tapi miskin. “Jadi persentase penduduk miskin kita memang turun tetapi yang lebih penting kalau kita mau melihat bahwa penduduk miskin jauh lebih tinggi dari pada angka pengangguran,” ungkap Wagub Emil.
Maka dari itu, salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan adalah dengan memberikan pekerjaan. Akan tetapi, cara tersebut belum maksimal. Sebab, upaya pemerintah memberikan pekerjaan, tapi masih banyak penduduk yang miskin. Situasi ini menjadi menarik. “Artinya, ada satu realita terutama mungkin banyak terjadi di daerah pedesaan. Sebagian besar mereka yang bekerja di sektor pertanian tetapi kondisinya miskin,” ujarnya.
Wagub Emil menjelaskan, sebuah workshop yang melibatkan lembaga Semeru memberikan forum studi mengenai kemiskinan. Dari studi tersebut, 75 % dari yang terdata miskin masuk kategori working full time (bekerja penuh waktu).
“Sudah kerja full time tapi miskin. Berarti ada yang salah di sini. Maka dari itu kenapa mulai muncul anggapan bahwa memang kita harus mulai melihat lagi, bahwasanya ini bukan saja urusan Dinas Sosial atau misalnya ditarik ke Dinas Pemberdayaan Masyarakat. Tetapi mungkin seluruh dinas harus mulai berpikir karena mereka punya stakeholder yang dalam kondisi miskin. Apakah itu dinas pertanian apakah itu mungkin dinas UKM dan lain sebagainya,” jelasnya.
Menurutnya membedah kemiskinan kota dan kemiskinan pedesaan menjadi hal yang penting. Fenomena yang sangat berbeda utamanya adalah ketika terjadi Covid-19 cenderung menghantam perkotaan dari pada pedesaan.
“Sebelumnya Pemprov Jatim memiliki program bernama suplemen BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai). Kenapa program ini diluncurkan ? karena bantuan yang diterima dari BPNT, nilainya sama dengan mereka yang tinggal di daerah yang mungkin biaya hidupnya rendah,” urai Wagub Emil.
Ia mencontohkan di bidang pertanian yang notabene tidak terpengaruh oleh Covid-19 dan gaya hidup rendah. Biasanya, masyarakat yang bekerja di sektor pertanian masih bisa bekerja serta biaya hidup rendah. Bandingkan dengan mereka yang hidup atau bekerja di perkotaan. Ketika profesi berjualan es di depan sekolah atau terminal tutup total, ditambah biaya hidup di kota lebih tinggi tapi sama-sama bantuannya Rp. 200 ribu sebulan.
“Disinilah kemudian Pemprov Jawa Timur mencoba hadir bagi 333.000 ribu lebih jumlah keluarga yang tinggal di 600 kelurahan kemudian kita beri suplemen sebesar 50 persen dari apa yang dibantu pemerintah pusat,” paparnya.
Oleh karena itu, Iamenyampaikan, melalui rakor yang dihadiri Sekretaris Eksekutif TNP2K RI ini diharapkan dapat sedikit meringankan tugas rekan-rekan wakil bupati dan wakil walikota dan kepala-kepala Bappeda dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya masing-masing.
“Mudah-mudahan dengan kehadiran pak Suprayoga bisa memberikan arahan atau mandat bagi rekan-rekan wakil bupati, wakil walikota untuk bisa bergerak di area mana supaya tugas sebagai ketua TKPK bisa dijalankan dengan penuh tanggung jawab,” tandas Wagub Emil.
Sementara itu, Sekretaris Eksekutif TNP2K RI, Ir. Suprayoga Hadi menyampaikan, Jatim merupakan provinsi yang memiliki banyak inisiatif, terobosan serta banyak pengembangan program yang selama ini dilakukan oleh pemerintah pusat dalam rangka penanggulangan kemiskinan.
“Apalagi, melihat rekam jejak Gubernur Khofifah yang pernah menjabat sebagai Menteri Sosial, menjadi nilai tambah dari Pemprov Jatim untuk terus bisa mengembangkan beberapa kegiatan yang sifatnya inovatif dan menyempurnakan kebijakan yang selama ini dilakukan pemerintah pusat dalam rangka penaggulangan kemiskinan,” tuturnya.
Oleh karena itu, pemerintah pusat berharap apa yang sudah dilakukan Provinsi Jatim bisa dijadikan semacam show case atau ditularkan kepada daerah lain supaya jangan hanya mengupayakan penanggulangan kemiskinan secara reguler, tetapi harus melalui intervensi yang sifatnya multi intervensi atau extraordinary. “Kita tidak akan bisa melakukan percepatan kalau hanya dilakukan secara reguler,” tegasnya.
Dengan demikian, Ia berharap, ketika Gubernur Khofifah bertemu Wapres RI dalam waktu dekat bisa disampaikan usulan-usulan perbaikan sistem maupun kebijakan penanggulangan kemiskinan di tingkat pusat serta bagaimana pemerintah daerah berperan secara lebih aktif, inisiatif dan kreatif untuk bisa mengupayakan penanggulangan kemiskinan melalui karakter dan SDM termasuk pemanfaatan pihak swasta di masing-masing daerah. “Kita berharap ini bisa dicontoh oleh daerah lain utamanya luar Jawa untuk perlu belajar dari apa yang sudah dilakukan Jatim,” pungkasnya.
Turut hadir dalam pembukaan rakor tersebut, Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) RI, Ir. Suprayoga Hadi, Plt. Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekdaprov Jatim Ir. Jumadi, Kepala Bappeda Provinsi Jatim Ir Mohammad Yasin, wakil bupati dan wakil walikota se Jatim selaku Ketua TKPK di masing-masing Kab/Kota, serta beberapa Kepala Bappeda Kab/Kota se Jatim.