SURABAYA (Suarapubliknews) – Momen Ramadan dan Lebaran mampu mendongkrak omzet penjualan dikalangan pelaku usaha kafe dan restoran. Hal ini dikarenakan maraknya masyarakat yang melakukan belanja kebutuhan Lebaran, buka bersama hingga halal bihalal.
Ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Jawa Timur, Tjahjono Haryono mengatakan, dalam 2-3 bulan sebelum Ramadan, omzet penjualan kafe dan restoran rata-rata turun sekitar 20 persen dibanding sebelumnya.
“Banyak hal yang mempengaruhi, diantaranya kondisi politik karena adanya pesta demokrasi, sehingga masyarakat enggan keluar rumah. Untungnya bisa terbantu permintaan dari penjualan online atau delivery melalui Go-Food atau Grab Food, serta transaksi digital,” katanya.
Momen Ramadan mampu sedikit demi sedikit memulihkan kondisi tersebut. Pada Ramadan hingga Lebaran, penjualan kafe dan restoran meningkat 20-30 persen dibanding kondisi normal. Menurutnya, peningkatan paling pesat terjadi di restoran dan kafe yang terletak di mal.
“Karena fasilitas di dalam mal sudah lengkap. Setelah makan, bisa langsung belanja atau bisa juga Tarawih di masjid eksekutif yang disediakan,” papar Tjahjono.
Selain dari Surabaya, sebagian pengunjung restoran atau kafe juga berasal dari luar Surabaya. Yakni, Malang, Solo, Semarang, Madiun, dan Banyuwangi. Hanya saja, Apkrindo belum memiliki data resmi terkait dengan pengunjung dari luar Surabaya itu.
Meski begitu, pada saat hari H Lebaran dan setelahnya, pengusaha kafe dan restoran bisa memanfaatkan momen tersebut karena diperkirakan bakal banyak kunjungan warga dari luar Surabaya.
“Teman-teman pengusaha yang turun omzetnya kemarin bisa ambil balik peluang ini. Kami yakin yang biasanya perputaran kursi restoran hanya 2 sampai 3 kali, tapi nanti bisa meningkat jadi 6 kali,” jelasnya.
Menurutnya, keberadaan jalan tol baru Trans Jawa yang menghubungkan Surabaya – Jakarta ini menjadi akses warga luar Surabaya untuk datang berkunjung sekaligus menikmati wisata kuliner di Surabaya.
“Begitu juga sebaliknya, banyak juga orang Surabaya yang memanfaatkan jalan tol baru untuk pergi ke Solo walaupun itu hanya untuk wisata kuliner saja karena akses dan perjalanan yang cepat,” ujarnya.
Apkrindo berharap kinerja positif bisnis kuliner bisa menutup penjualan pada triwulan pertama lalu yang lesu. Tjahjono juga optimistis pada semester kedua nanti angka penjualan kuliner Jatim bisa double digit. Apalagi, belakangan banyak kafe baru yang bermunculan.
Menurut dia, hal itu bisa memberikan dampak yang baik untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Beberapa contoh tempat makan baru yang akan buka di Surabaya adalah saladstop, nasi goreng milenial, dan kopi becak.
“Uniknya, semua owner-nya adalah anak muda. Pengusaha muda di rentang usia 22–30 tahun terus mengalami peningkatan. Bahkan saat ini sekitar 30-40 persen bisnis kuliner di Jatim didominasi anak muda,” tutup Tjahjono. (q cox, Tama Dinie)