MAGETAN (Suarapubliknews) – Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak meninjau langsung kerja nyata hasil produksi pertanian organik berupa beras yang diprakarsai Gerakan Milenial Cemerlang dan Gerakan Magetan Pertanian Organik di Desa Sumursongo, Kec. Karas, Kab. Magetan bertepatan dengan Hari Tani Nasional
Menurutnya, sebuah program tidak bisa sekali dilaksanakan, tetapi harus berkelanjutan agar mengetahui apa saja hambatan yang terjadi di lapangan. Dari hasil pemaparan yang disampaikan, ada 3 poin yang didapatkan, yakni sertifikasi tanah, packaging dan branding produk serta regenerasi petani.
Pertama, soal sertifikasi tanah. Menurutnya, pada aspek legalitas negara, persoalan sertifikasi tidak bisa instan. Karena ada beberapa siklus untuk tanah dianggap sudah benar-benar kadar kimianya berkurang. “Meski belum disertifikasi, produk ini akan tetap dipasarkan sebagai produk organik,” katanya.
Kedua, branding dan packaging menjadi tugas koordinator GEMILANG untuk menindaklanjuti tantangan berikutnya, yakni dengan cara memperkenalkan produk ke perkotaan seperti mentik susu, mentik wangi dan varietas 32.
“Kita tidak ingin ketika teman-teman menanam tapi kesulitan menjual,” ujar Wagub Emil didampingi Bupati Magetan Suprawoto, Kepala Desa Sumursongo Rubangi serta jajaran Dinas Pertanian Kab. Magetan,
Ketiga, soal regenerasi petani. Agar regenerasi petani berjalan dengan baik, Wagub Emil meminta anak muda meningkatkan pendidikan atau wawasannya agar bisa membuka lahan. Meski luasan lahan dirasa sedikit, namun ketika dibedah isi kepala anak-anak muda dari Sumursongo bisa mendapat puluhan hektare lahan karena dibimbing mentor dan banyak melakukan pembelajaran. “Ini yang harus kita kejar. Makanya, Hari Tani menjadi momentum melakukan regenerasi petani,” tuturnya.
Selain meningkatkan wawasan, Wagub Emil mengusulkan kepada Bupati Magetan dan Kepala Desa Sumursongo agar membuat konsep 1 kelompok per 10 ha. Jadi, 10 ha lahan digarap petani, tetapi ada 1 kelompok tani milenial yang membantu untuk mengubah polanya.
“Jadi bukan regenerasi langsung ganti petani. Bukan juga menggarap lahan sendiri. Akan tetapi, bekerjasama dengan petani yang ada untuk kemudian menghasilkan bantuan-bantuan seperti sertifikasi satu kelompok serta dari sisi penjualan sistemnya bagi hasil dari penambahan produktivitas,” jelasnya.
Melalui hasil peninjauan dan evaluasi yang didapatkan, Ia optimis bahwa kelompok tani GEMILANG dan GEMPOR Magetan memiliki inisiatif bagaimana menekan biaya produksi, serta menghasilkan nilai lebih tinggi melalui penanaman organik.
Dengan demikian, pasar yang disasar jelas, panen konsisten, tanah terukur dan terverifikasi. Sehingga ke depan, jaringan akan semakin diperluas dengan kelompok lain yang ada di Jatim dengan dukungan teknologi dan teknik yang baru.
“Dari Magetan kita gelorakan petani Milenial yang organik, sehingga menjadi masa depan bagi para petani. Mengentaskan kita dari kemiskinan, mensejahterakan masyarakat, mewujudkan kedaulatan pangan dan masyarakat sehat,” tandasnya.
Sementara itu, Bupati Magetan Suprawoto menyampaikan, melalui gerakan petani organik semacam ini, mengembalikan kesadaran masyarakat terkait pertanian yang sehat, ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Selain itu, menumbuhkan sebuah harapan bahwa hidup di desa bukan terpaksa melainkan pilihan. “Ada harapan salah satunya seperti yang dilakukan Gemilang dan GEMPOR, sehingga petani menjadi lebih baik utamanya dari sisi pendapatan,” ungkapnya.
Ke depan, Ia dan jajaran akan melengkapi alat-alat petani milenial yang masih sederhana. Seperti pemilah beras, pengering atau open gabah dan alat vakum untuk packaging. “Dengan demikian, harapan dan semangat anak muda hidup di desa semakin tumbuh tanpa harus merantau ke perkotaan,” pungkasnya. (q cox, tama dinie)