Hukrim

Sidang Lanjutan Terdakwa Hendry J Gunawan Memanas

16
×

Sidang Lanjutan Terdakwa Hendry J Gunawan Memanas

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Sidang lanjutan perkara memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik dengan terdakwa Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini, berlangsung memanas. Bos PT Siantar Top Sindho Sumidomo alias Asoei sempat mengingatkan Penasehat hukum terdakwa Hotma Sitompoel untuk berkata santun.

Hal tersebut terungkap dalam persidangan yang di gelar di Pengadilan Negeri Surabaya, dengan agenda pemeriksaan 3 saksi yang dihadirkan oleh JPU, Kamis (14/11/2019).

Ketiga saksi tersebut yakni Shakaya Putra Soemarno Sapoetra, Pendeta Vihara Buddhayana, kemudian Etja Binti Abdul Malik alias Aisyah, seorang wanita berusia 75 tahun yang merupakan mantan pegawai notaris Atika Ashiblie, dan yang terakhir ialah Bos PT Siantar Top, Sindho Sumidomo alias Asoei.

Ketika mendapat giliran pertama untuk menjalani pemeriksaan, Shakaya menjelaskan perihal proses dan persyaratan perkawinan secara agama Budha. Tak hanya itu, Shakaya juga mengaku bahwa yang menikahkan terdakwa Henry dan Iuneke di Klenteng tempatnya bekerja adalah dirinya.

“Pada tanggal 8 November 2011, Saya yang menikahkan beliau (Henry dan Iuneke) secara agama Budha. Sebelum pengukuhan pernikahan saya tanyakan apakah ada yang keberatan ternyata tidak ada. Setelah selesai pengukuhan, dilakukan penanda tanganan di surat pengukuhan oleh kedua mempelai dan saya sendiri, baru setelah itu surat pengukuhan itu bisa didaftarkan ke Dispenduk Capil,”tutur saksi Shakaya.

Hal ini diperkuat dengan bukti yang ditunjukkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Prakoso, dengan menunjukkan surat pengukuhan nikah kedua terdakwa dihadapan majelis hakim yang diketuai Dwi Purwadi dan diakui oleh Shakaya.

Saksi kedua, Etja, saat diperiksa mengaku dirinya saat itu hadir sebagai saksi penanda tanganan akta pengakuan hutang (akta nomer 15) dan akta personal guarantee (akta nomer 16), bersama saksi Budi Utomo. Ezza mengaku saat penanda tanganan dihadiri oleh Henry J Gunawan dan Iuneke, Shindo Sumidomo dan saksi.

“Saya yang hadir saat penanda tanganan akte itu, Waktu itu yang datang para pihak ya pak Henry sama ibu (Iuneke) terus pemberi hutang (Shindo Sumidomo),”ucap Etja.

Keterangan saksi Etja kemudian mendapat perlawanan dari penasehat hukum Henry, Hotma Sitompul, dengan menanyakan sepengetahuan saksi terkait apakah kliennya yang menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta 15 dan 16 tersebut. Saksi kemudian menyampaikan bahwa dirinya hanya bertugas sebagai pengetik akta dan pihak Henry dan Iunike lah yang mengaku sebagai suami isteri kepada Notaris Atika.

Tak cukup sampai disitu, kemudian tim penasehat hukum lainnya pun terus mengejar saksi dengan pertanyaan bernada tinggi seputar keterangannya saat di Berita Acara Kepolisian (BAP). Saksi pun terlihat mulai gerah dan mulai terlihat sedikit terbawa emosi.
Akhirnya saksi diberi pengertian agar jangan emosi oleh hakim Dwi.

“Ibu, ndak usah emosi. Kalau ngga tahu bilang ngga tahu, kalau lupa ya bilang lupa. Ngga usah emosi,”kata hakim Dwi.

Tak kalah menariknya saat giliran Bos PT Siantar Top, Shindo Sumidomo memberikan keterangannya sebagai saksi. Menurutnya awal mula dirinya mengetahui adanya ketidak beresan pada akta 15 dan 16, ketika mendapat laporan dari direktur PT Graha Nadi Sampoerna (GNS), Iriyanto Abdoella.

“Setelah mendapat laporan dari pak Iriyanto, kami kemudian rapatkan dan diputuskan untuk ambil langkah hukum”, tukas pria yang kerap dipanggil Asoei tersebut.

Terkait ketidak beresan itu, Asoei menerangkan bahwa dirinya merasa dibohongi. Karena menurut pengakuan Henry, dia sudah menikahi Iuneke pada saat pembuatan akte pengakuan hutang dan personal guarantee pada tahun 2010.

“Dari surat keterangan yang saya dapat, Henry baru menikah tercatat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Surabaya tahun 2011 dan ternyata membuat perjanjian pisah harta”, sehingga saya kuatir akan kesulitan” imbuhnya.

Lagi-lagi keterangan dari saksi Asoei mendapat perlawanan. Kali ini saksi dikejar dengan pertanyaan hubungan kasus ini dengan kasus-kasus sebelumnya. Hal ini membuat JPU Ali Prakoso langsung melayangkan interupsi bahwa tidak ada hubungan tersebut. “Mohon ijin yang mulia, tidak ada relevansinya, “sergah JPU Ali.

Tak cukup sampai disitu, ketika Hotma dengan nada tinggi menanyakan tentang dasar laporan yang ditujukan terhadap kliennya. Dengan tenang Asoei menjawab, “ini jawa timur, kalau tanya yang santun, jika tanya dengan kasar sayapun bisa”, dengan suara besar ke Hotma. Hotma dan tim pun terdiam sesaat, sontak pengunjung sidang tertawa.

Selanjutnya Asoei menunjukkan surat keterangan dari Dispendukcapil yang menyebutkan Henry menikah tercatat pada tahun 2011.

“Itu, kan dia mengaku kalau dia suami istri tahun 2010. Waktu tanda tangan akta, kalau bukan suami isteri kok mau tanda tangan di akta dan ngaku sebagai suami isteri, kemudian belakangan saya ketahui dari direktur saya kalau Henry baru kawin dengan iuneke pada tahun 2011”, kata Asoei.

Terpisah, sepanjang kesaksian Asoei dan saksi Etja sempat terjadi ketegangan dan debat kusir dengan tim penasehat hukum kedua terdakwa yang menilai keterangan saksi Asoei dan Etja belum mampu untuk membuktikan dakwaan JPU.

“Di dalam dakwaan ini kan terdakwa didakwa menyuruh melakukan. Jadi menurut saya, keterangan saksi-saksi tadi belum mampu membuktikan kebenaran dakwaan jaksa,” ujar Hotma Sitompul selaku ketua tim penasehat hukum terdakwa Henry dan Iuneke saat dikonfirmasi usai persidangan.

Sementara, JPU Ali Prakoso menyakini tiga saksi yang dihadirkan hari ini telah memperkuat dakwaanya. Menurutnya, ketiga saksi tersebut memberikan keterangan yang saling berkaitan dengan tidak pidana yang dilakukan kedua terdakwa.

“Intinya sudah menguatkan dakwaan kami, keterangan saksi satu dengan yang lain saling menguatkan,” pungkasnya.

Untuk diketahui, Henry dan istrinya diadili setelah diketahui memberikan keterangan palsu ke dalam 2 akta otentik yakni perjanjian pengakuan hutang dan personal guarantee antara PT Graha Nandi Sampoerna sebagai pemberi hutang dan Henry Jocosity Gunawan sebagai penerima hutang sebesar Rp 17.325.000.000 (Tujuh Belas Miliar, Tiga Ratus Dua Puluh Lima Juta Rupiah) di hadapan notaris Atika Ashiblie SH di Surabaya pada tanggal 6 juli 2010 dihadiri juga oleh Iuneke Anggraini.

Kedua akta tersebut Henry Jocosity Gunawan menyatakan mendapat persetujuan dari istrinya yang bernama Iuneke Anggraini, keduanya sebagai suami istri menjamin akan membayar hutang tersebut, bahkan Iuneke pun ikut bertanda tangan di hadapan notaris saat itu.

Belakangan terungkap bahwa perkawinan antara Henry Jocosity Gunawan dengan Iuneke Anggraeni baru menikah pada tanggal 8 November 2011 dan dilangsungkan di Vihara Buddhayana Surabaya dan dicatat di dispenduk capil pada 9 November 2011 dan bahkan membuat surat perjanjian kawin / pisah harta.

Dalam kasus ini, Henry dan Iuneke didakwa melanggar Pasal 266 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman hukuman 7 tahun penjara. (q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *