HukrimJatim Raya

Sidang Perkara Pemalsuan dengan Terdakwa Kho Handoyo Santoso Digelar, Hadirkan 3 Saksi

14
×

Sidang Perkara Pemalsuan dengan Terdakwa Kho Handoyo Santoso Digelar, Hadirkan 3 Saksi

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Sidang Perkara Pemalsuan surat oleh terdakwa Kho Handoyo Santoso, kembali digelar dengan agenda keterangan 3 saksi yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Sutarno di ruang Garuda 1 Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Selasa (12/7/2022).

Dalam sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darmawati Lahang dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, menghadirkan  empat saksi, diantaranya Elanda Sujono, selaku korban, Elizabeth Kaveria selaku Broker dan atas nama sertifikat Kho Wen Tjwe

Elanda Sujono mengatakan, bahwa saat itu dirinya kenal terdakwa saat membeli rumah di komplek Pakuwon City Cluster Long Beach S 9 No. 55 Surabaya, dengan kesepakatan harga sekitar Rp.4.350.000.000, melalui Broker (perantara/mediator/makelar) Elizabeth yang dikenalkan oleh teman.

“Setelah di cek lokasinya bersama perantara, istri saya ada kemauan untuk memiliki rumah tersebut. Awalnya saya bayar uang tanda jadi sebesar Rp. 150 juta, kemudian secara bertahap saya membayarnya dengan total sekitar Rp. 2 miliar yang dibayarkan melalui tranfer ke rekening Bank Mandiri atas nama Kwee Sianawati yang merupakan istri terdakwa,” Terangnya di persidangan.

Sedangkan sisanya, lanjut Elanda Sujono, dibayar secara in house (mengangsur) selama 1 tahun dengan total harga rumah yang telah disepakati  yakni senilai 4 Miliar 350 Juta rupiah.

“Setelah adanya pembayaran itu dibuatkanlah Ikatan Jual Beli (IJB) melalui Notaris Ariyani, yang ada di Jalan Ngagel, disitu ada Kho Handoyo, ada perantara dan juga ada saya, ” kata Elanda di hadapan Majelis Hakim.

Ditanya oleh hakim, apakah rumah itu sekarang sudah lunas? Elanda mengatakan bahwa rumah tersebut sekarang sudah lunas dan ada bukti pelunasanmya.

Namun, setelah rumah itu di tempati, tiba-tiba ada orang dari Bank Permata datang. “Katanya ada tunggakan pembayaran. kemudian saya hubungi terdakwa tidak ada respon, lalu saya hubungi Notaris Aryani dan bertemu dengan terdakwa. Ia baru mengakui kalau rumah tersebut dijaminkan di bank dan ada tunggakan,” Jelasnya.

“Kesepakatan pada saat itu, terdakwa memohon-mohon agar tunggakan di bank ditalangi dulu dan berjanji enam bulan ke depan akan menggantinya. Namun setelah enam bulan tidak ada kabar, malah saya digugat perdata oleh terdakwa,” terang Elanda.

Padahal, masih Elanda, dia telah mengangsur tunggakan terdakwa di bank per bulannya Rp. 39 Juta, dan sampai saat ini belum lunas.

Saat disinggung oleh JPU, apakah saksi saat di Notaris dijelaskan bahwa rumah tersebut dijaminkan di Bank dan apakah saksi tidak menanyakan terkait surat-suratnya,. “Saat itu memang dibacakan dan terkait rumah di jaminkan di bank, saya tidak tahu. Saya hanya percaya saja pak Hakim kerena ada Notaris dan saya kurang paham hukum,” bebernya.

Masih kata Elanda, bahwa saat itu terdakwa mengatakan jika surat-suratnya berada di Notaris dan berjanji jika sudah lunas bisa lansung di balik nama.

“Terdakwa saat itu mengatakan sertifikat masih dalam proses, karena sertifkat induknya belum di pecah, yang saya ingat waktu di Notaris, bahwa rumah itu tidak ada masalah,” jawabnya.

“Setelah diketahui kalau ternyata sertifikat itu ada di bank, terdakwa sempat menawarkan unit lain yang masih ada di lokasi Citra Land, namun kesepakatan tidak terjadi, karena unit lain itu juga bermasalah,” Papar Elanda.

Selaku perantara, Elizabeth Kaveria  juga memberikan kesaksian mengenai alas hak rumah tersebut di hadapan majelis hakim.

“Pada saat itu sudah saya tanyakan kepada terdakwa, ia mengaku kalau sertifikat rumah itu tidak ada masalah dan sertifikatnya ada di Notaris. Masalah sertifikat gak ada masalah, semua surat-surat ada dinotaris Ariyani. Kata terdakwa kepada saya,” ucap saksi Elizabeth

Kemudian Hakim bertanya soal kewenangan seorang broker kepada saksi Elizabeth. “Karena pelapor ini sangat dirugikan, dia sudah membeli dengan harga yang sudah sesuai lalu dibebani lagi masalah oleh penjual. Apakah seorang broker itu diperbolehkan untuk mengecek keabsahan surat dari rumah tersebut atau hanya cukup percaya saja?

“Kalau masalah itu sebenarnya penjual yang baik, harus menunjukkan terlebih dahulu sertifikat, namun terdakwa bersikukuh kalau sertifikat sudah ada di notaris, dan saya diminta oleh terdakwa untuk tidak ikut campur masalah yang lainnya,” Jawab saksi

Sementara itu dari kesaksian Kho Wen Tjwe, ia mengatakan bahwa terkait persoalan tersebut dirinya mengaku baru mengetahuinya.

“Saat itu saya menjual rumah kepada terdakwa dengan kesepakatan harga sekitar Rp. 4 miliar, seingat saya di bulan Juni tahun 2016, jual beli itu melalui Notaris Ariyani yang sudah ditunjuk oleh Terdakwa. Saat itu sudah dibuatkan IJB pada tanggal 22 Juni 2016 dan secara terinci,” tutur Kho Wen Tjwe.

Usai sidang, kuasa hukum terdakwa mengakui dan membenarkan jika bahwa rumah tersebut dalam agunan bank. “Iya benar saat itu pihak Notaris menjelaskannya,” ujarnya kepada wartawan.

Namun Yance Leonard Sally, SH selaku penasehat Hukum Elanda Sujono, dengan tegas membantah hal itu. Ia mengatakan bahwa Notaris Ariyani membuat 2 IJB, yang pertama antara Kho Wen Tjwe dan Kho Handoyo Santoso pada tanggal 22 Juni 2016, lalu antara Kho Handoyo Santoso dengan Elanda Sujono, Pada tanggal 24 Juni 2016. cuma beda dua hari.

“Dan Elanda tidak tau terkait adanya IJB antara Kho Wen Tjwe dengan Kho Handoyo Santoso, tadi sudah dijelaskan oleh saksi broker, bahwa pada saat itu Elanda tidak mengetahui kalau rumah itu sertifikatnya ada dibank. Kalau klien saya mengetahui rumah tersebut sertifikatnya ada di bank, tidak akan mungkin jadi membeli rumah tersebut,” tandasnya. (q cox, Ipin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *