Bisnis

Tekan Akulturasi lewat AKU SUROBOYO!

75
×

Tekan Akulturasi lewat AKU SUROBOYO!

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Indonesia memiliki kekayaan budaya yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Namun, perkembangan teknologi akhir-akhir ini menjadikan dunia seolah nyaris tanpa batas.

Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) ITS, AKU SUROBOYO! dari Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK), Prima Tama Setyasa mengatakan perlu adanya pembekalan pengetahuan tentang bahaya fenomena dinamika akulturasi.

“AKU SUROBOYO! Sebuah ide program yang diusung mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini hadir dan diharapkan mampu sebagai solusi untuk menghindarkan bahaya terjadinya akulturasi bagi para arek-arek Suroboyo,” katanya.

Bahaya fenomena dinamika akulturasi di Surabaya dikhawatirkan oleh tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) ITS ini. “Dapat terlihat dari karakteristik masyarakat yang masih menanamkan nilai-nilai lokal sudah mulai jarang ditemukan, terutama pada generasi muda,” lanjut Prima.

Menurut Prima Surabaya, sebagai kota dengan jumlah penduduk sebanyak 2.960.129 jiwa, tentu berpeluang menjadi titik berkumpulnya beragam kebudayaan yang berbeda-beda dari berbagai daerah.

Berbasis metode kepemanduan, pelaksanaan program AKU SUROBOYO! memiliki empat hierarki outcome dalam mengukur kepedulian siswa dan siswi terhadap budaya lokal, yakni mulai dari tahu, paham, peduli, dan berkelanjutan.

“Di akhir kegiatan, kami secara bersama- sama akan membuat pagelaran karya seni bertajuk Pemuda Berkarya yang bisa ditonton oleh umum untuk menggairahkan kembali animo budaya surabaya,” lanjutnya.

Bersama Raden Ngabay Bintang Permana Aji, Bayu Putra Munggaran, Qonitah Rafiusrani dari Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK), dan Muhammad Rizki Agustiyan dari Departemen Teknik Infrastruktur Sipil, timnya merealisasikan ide AKU SUROBOYO!. menggandeng para pejuang veteran Surabaya dan Komunitas Benang Jarum Surabaya (etnografis), kegiatan ini difokuskan pada perkumpulan aktivis di SMA Negeri 6 Surabaya sebagai mitra inisiasi gerakan.

“Kami memilih SMA Negeri 6 Surabaya karena mereka merupakan sekolah lawas dan kawasan cagar budaya. Tak hanya itu, melalui hasil penilaian kualitatif sederhana yang telah dilakukan, sebanyak hampir dua per tiga siswa-siswi SMA Negeri 6 Surabaya mengalami akulturasi,” terang Prima.

Medianya, lanjut Prima, yaitu melalui teater boneka dengan cerita perjuangan yang dijelaskan oleh veteran dan disesuaikan dengan minat ekstra kulikuler masing-masing siswa. “Diharapkan program ini dapat menambah kepedulian dan kecintaan bagi generasi muda bangsa terhadap budaya lokalnya,” pungkasnya. (q cox, Tama Dinie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *