Bisnis

Berkat Beras, ITS Juarai ITB Civil Engineering Expo

126
×

Berkat Beras, ITS Juarai ITB Civil Engineering Expo

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Empat mahasiswa Departemen Teknik Infrastruktur Sipil dan Transportasi Laut Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya berhasil membawa pulang gelar juara pertama pada kompetisi ITB Civil Engineering Expo (ICEE).

Ketua tim 945-WT Mujaddid Ma’ruf mengatakan timnya mengangkat konsep pemecahan masalah perbedaan harga beras di Indonesia, khususnya Papua. Hai ini dilatar belakangi oleh tingginya perbedaan harga beras di Provinsi Papua yang mencapai hingga 32 persen diiringi dengan permintaan beras yang meningkat setiap tahun.

“Sistem buatannya yang bernama I-LOG ini mampu menyatukan sistem logistik, transportasi laut dan mengembangkan pelabuhan di Indonesia timur,” katanya. Untuk sistem logistik, tim bimbingan Achmad Mustakim ST MT dan Hafiizh Imaddudin ST MT ini membuat rute paling efektif yang diambil dari tol laut PELNI.

Rute pertama dari Pelabuhan Tanjung Perak ke Sorong, kemudian dari Tanjung Perak ke Jayapura dan yang terakhir dari Tanjung Perak ke Merauke. ”Pemilihan ketiga pelabuhan ini karena sudah adanya trans Papua yang menghubungkan ketiganya melalui jalur darat,” tutur mahasiswa Diploma 3 Teknik Infrastruktur Sipil tersebut.

Tim yang mendapat juara pada kategori Call for Paper (CFP) dengan tema Inovasi Pengembangan Sistem dan Infrastruktur Transportasi Laut dalam Menunjang Sistem Logistik di Indonesia ini juga melakukan inovasi di bidang transportasi laut.

Membangun sebuah kapal yang optimal dengan beban berguna yang dapat diangkut sebesar 500 TEUs (twenty-foot equivalent) dan beban kapal sebesar 10.000 DWT (deadweight tonnage). “Kita juga memodifikasi dermaga di panjang tambatan dan perluasan depo peti kemas, sehingga dapat ditambati oleh kapal yang direncanakan tadi,” paparnya.

Dipilihnya komoditas beras dikarenakan walaupun masyarakat Papua banyak mengkonsumsi sagu namun kebanyakan penduduknya berasal dari daerah di luar Papua terbiasa menjadikan beras sebagai makanan utama.

Sehingga mengakibatkan permintaan beras menjadi tinggi dan subsidi beras belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan dan hanya mampu memenuhi sebanyak 24 persen dari total permintaan. “Dengan cara itu, kami ingin mengurangi perbedaan harga beras dari 32 persen menjadi 6 persen,” tutupnya. (q cox, Dn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *