SURABAYA (Suarapubliknews) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) perkara 17 terdakwa penggelapan bahan bakar minyak (BBM) membatalkan membuka data intelejen dari PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Padahal, data yang hendak dibuka JPU yang diklaimnya sebagai aliran dana mencurigakan yang bernilai miliaran rupiah.
Upaya membacakan hasil laporan PPATK ini dilakukan oleh JPU Estik Dilla dan jaksa Uwais Deffa, di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (30/1). Kedua jaksa tersebut awalnya menanyakan pada saksi Freddy Soenjoyo, yang menjabat sebagai Komisaris Utama di PT Bahana Line, tentang pengetahuannya atas transaksi keuangan yang dilakukan oleh direktur Bahana Line berinisial HS dan RT.
“Transaksi tersebut patut diduga hasil penjualan BBM dari Meratus,” ujar jaksa Uwais membacakan berkas laporan PPATK. Upaya JPU ini pun langsung mendapatkan protes dari Gede Pasek Suardika, pengacara karyawan PT Bahana Line yang menjadi terdakwa dalam kasus tersebut. Dalam kesempatan tersebut, pria yang akrab disapa GPS itu mengingatkan JPU bahwa membuka data intelejen PPATK dilarang dibocorkan ke publik. Sebab, hal itu dianggap bisa sebagai perbuatan pidana.
“Saya ingatkan di forum sidang ini sesuai Pasal 11 ayat 2 UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang laporan PPATK adalah bersifat Inteligential Financial Unit (IFU) dan yang membuka terancam hukuman 4 tahun penjara termasuk juga bagi penyidik, penuntut umum, hakim maupun siapapun orang yang mendapatkannya,” kata GPS.
Usai mendapatkan protes dan diingatkan dasar hukumnya, upaya itu pun langsung diurungkan JPU. Ketua Majelis Hakim Sutrisno pun juga menyatakan tidak selalu surat dinilai sebagai alat bukti karena nanti akan dinilai sesuai dengan aturan yang berlaku maupun keyakinan hakim.
Di luar persidangan, Gede Pasek Suardika menjelaskan agar proses hukum ini berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku. Dokumen PPATK itu, kata GPS, sifatnya confidential dengan ancaman pidana karena itu semua harus diujikan di penyelidikan dan penyidikan dg alat bukti sesuai KUHAP.
“Jangan buat framing tanpa check and crosscheck karena angka berapapun transaksinya harus dikonfirmasi dulu dengan nama yang disebut. Bukan begitu saja data mentah lalu dibawa ke pengadilan. Kacau sistem hukum kita nanti dan ini melompati kewenangan PPATK,” kata mantan ketua Komisi 3 DPR RI tersebut.
Dokumen PPATK itu sifatnya IFU sehingga dipakai pengembangan dipenyelidikan dan penyidikan bukan untuk dibocorkan di persidangan.
“Kami mengingatkan kalau tanpa ijin PPATK itu bisa terancam 4 tahun termasuk penegak hukum yang teledor tersebut. Itukan bukan bukti tetapi untuk membantu penegak hukum mencari alat bukti yang sesuai dengan KUHAP. Sama dengan dokumen BIN itu untuk info awal yang harus diolah lagi untuk bisa menjadi bukti hukum. Penegak hukum harus taat azas. Saya hanya mengingatkan,” jelasnya.
Sementara itu, menanggapi upaya JPU, saksi Freddy Soenjoyo yang juga pemegang saham PT Bahana Line menyampaikan tidak habis pikir mengapa dirinya dijadikan saksi yang ternyata atas permintaan keterangan pelapor Dirut PT Meratus Slamet Rahardjo. Padahal, semua peristiwa penggelapan BBM yang melibatkan oknum karyawannya dan karyawan PT Meratus Line tidak diketahuinya.
“Saya juga heran kenapa saya sengaja dijadikan saksi ternyata hanya untuk agenda menyenangkan seseorang. Padahal saya sebagai Komisaris Utama tidak tahu urusan teknis operasional,” kata Freddy Soenjoyo.
GPS menambahkan, jika perkara penggelapan BBM ini makin terang jika permainan kotor tersebut terjadi antar oknum karyawan Meratus dengan Bahana saja. Sehingga tidak ada kaitan dengan Manajemen Bahana. Terungkap juga jika pelaporan kasus ini terjadi setelah PT Meratus punya utang Rp 50 miliar ke PT Bahana dan belum dibayarkan sampai sekarang.
“Apa yang terungkap dalam fakta persidangan selama ini, jauh berbeda. Pelaporan kasus ini terjadi setelah PT Meratus punya utang Rp 50 miliar ke PT Bahana dan belum dibayarkan sampai sekarang. Ini fakta yang terjadi saat ini,” pungkasnya.
*Saksi Manajer Meratus Line Sebut Sudah Sesuai SOP
Menariknya, dalam sidang sebelumnya 1 saksi dari PT Meratus Line juga mengungkap fakta bahwa selama ini tidak pernah ada masalah kerjasama antara PT Meratus Line dengan PT Bahana Line soal suplai BBM. Saksi bernama Basuki yang menjabat sebagai Manajer Bunker and Networking itu justru menjelaskan, jika suplai BBM ke bunker selama ini aman dan sudah sesuai standart operasional prosedur atau SOP. Ia memberikan keterangan bersama 6 saksi lain yang berasal dari karyawan PT Meratus.
“Saya (pengecekan) berdasarkan dokumen sudah sesuai, ada suplai report, data dari flowmeter, research for bunker dan tagihan dari vendor, sudah sesuai, maka saya menyimpulkan ya sudah sesuai,” ujarnya, Kamis (26/1) malam di Pengadilan Negeri Surabaya.
Ia kembali menegaskan, pengecekan data tidak hanya dilakukan oleh dirinya. Namun, bagian purchasing dan finance atau keuangan juga turut melakukan prosedur pengecekkan. Apablia tiga bagian ini sudah melakukan pengecekan dan menganggap data sudah sesuai dan benar, maka proses pendistribusian BBM yang terjadi dianggap sudah benar.
“Jika data sudah sesuai, maka (proses) yang terjadi sudah kita anggap benar,” pungkasnya.
Dikonfirmasi apakah ia pernah mendapati adanya kejanggalan dalam pendistribusian BBM selama ini? Basuki memastikan, selama dirinya bertugas, ia tidak pernah menemukan kejanggalan yang dimaksud oleh jaksa.
Ia menyatakan, sampai Januari 2022 dirinya mendapati tidak ada kejanggalan itu. Hingga akhirnya, ia dihubungi oleh atasannya untuk mengumpulkan seluruh kru bunker.
“Kita dihubungi oleh pak Osama, diminta kumpulkan tim bunker untuk briefing. Kita dikumpulkan di satu ruangan dan tidak boleh komunikasi satu sama lain. Duduk pun diberi jarak, kemudian dipisahkan ke ruangan masing-masing. Saya tahu mereka adalah auditor, ditanya jobdisk, dan ditanya apakah tahu ada penyelewengan BBM? Yang saya sampaikan saat itu saya tidak tahu ada penyelewengan. Selama saya di posisi ini saya tidak pernah tahu ada penyelewengan,” katanya.
Ia lalu memjelaskan, bahwa dalam bunker suplai report (bsr), data yang tersampaikan sudah cukup lengkap dan rinci. Mulai dari kondisi tanki kapal sebelum dan sesudah suplai BBM, hingga jumlah BBM yang masih ada.
“Dalam BSR itu, data yg disampaikan cukup rinci dan detail infonya. Data mengenai kondisi tangki kapal, berapa isi tangki sebelum dan sesudah dilakukan suplai (BBM). Dalam BSR akan tertulis berapa (BBM) yang tersisa itu,” Tukasnya.
Pria yang bekerja di PT Meratus Line sejak 2003 itu menerangkan, proses pengukuran jumlah BBM yang selama ini dilakukan sudah cukup hati-hati dan teliti. Ia mencontohkan, selama ini pihaknya melakukan pengukuran jumlah BBM tidak hanya menggunakan flowmeter saja. Namun pihaknya juga menggunakan alat bernama massflowmeter.
“Kalau gunakan flowmeter yang biasa yang volume, jika ada yang kecampur udara akan terbaca full, tapi kalau massflowmeter itu kita ngukurnya tetap dengan berat (massa),” jelasnya.
Ditanya jaksa apakah dapat terjadi kemungkinan eror pada alat tersebut, Basuki menjawab tidak. Sebab, alat tersebut selalu dikalibrasi setiap tahunnya. Ia pun menjamin alat tersebut akan selalu tepat pengukurannya.
“Tidak ada, sebab kita kalibrasi setiap tahunnya sehingga yakin massflowmeter ini yang kita gunakan tetap akurat,” tandasnya.
Selain yakin pada kemampuan alat, dirinya juga meyakini pada kebenaran data yang muncul pada Bunker Suplie Report (BSR). Sebab, dari BSR itu akan dapat muncul laporan secara detail mengenai berapa jumlah BBM sebelum dan sesudah terisi, maupun berapa jumlah sisa BBM yang ada.
Usai tercatat di BSR, biasanya kru bunker juga akan melakukan sonding atau pengukuran secara manual BBM yang ada dalam tangki jika kapal sudah dalam keadaan dinamis atau stabil.
“BSR harus ditulis berapa yang tersisa disitu. (Apakah ada selisih?) Tidak ada selisih antara yang aktual. Sebab kondisi di kapal itu kan dinamis tidak seperti di darat. Jadi yang tercatat (jumlah BBM) disitu bisa menjadi lebih, kondisi ini . Dilakukam sonding ulang jika kondisi kapal sudah stabil,” tegasnya.
Dengan posisi seperti ini, maka ia memastikan kecil kemungkinan terjadi penyelewengan. Sebab, jika terjadi selisih atau ketidak samaan data, maka BSR tidak akan ditandatangani. Namun, sepengetahuannya, selama ini kedua belah pihak, baik dari sisi Bahana maupun Meratus telah sama-sama menandatangani BSR.
“Kita ngecek berdasarkan dokumen, apakah sudah sesuai, jika data sudah sesuai maka kita anggap benar,” ungkapnya.
Ditanya jaksa soal dugaan penyelewengan yang dilakukan oknum karyawan Meratus dan Bahana, Basuki menyatakan, ia baru mengetahuinya setelah diperiksa oleh tim auditor. Namun ia kembali menegaskan, bahwa hingga Januari 2022 tidak ada yang janggal dalam pekerjaannya selama ini.
“Saya tahunya setelah diperiksa auditor dan disampaikan ada penyelewengan. Saya diinformasikan ada penggelapan dari teman-teman. Sampai dengan Januari 2022 tidak ada yang janggal. Setelah pemeriksaan itu saya tidak tahu lagi karena sudah tidak dilibatkan,” ungkapnya.
Sementara itu dalam sidang terpisah, 6 orang saksi dari PT Bahana Line, yakni Alma, M Roso, Eko Suwarto, Bambang, Fuad Fauzi, dan Zainal, diketahui memberikan keterangan sesuai dengan pekerjaannya. Mereka mengaku bekerja di PT Bahana Line sebagai Operasional On Board (OOB).
Dalam perkara ini, mereka menerangkan, jika salah satu job deskription nya adalah melakukan pengawasan, mentransfer, dan membuat dokumen seluruh proses distribusi BBM dari Kapal Bahana ke Kapal Meratus.
Selama pekerjaan itu berlangsung, banyak SOP yang harus dilalui. Misalnya melakukan sonding beberapa kali, memeriksa kualitas BBM, memeriksa pemasangan selang, dan memeriksa apakah jumlah volume sudah sesuai dengan PO (purchasing order) atau tidak.
“Saya rasa tidak ada masalah, kalau ada masalah pihak customer tidak mau tanda tangan dari pihak Meratusnya,” kata saksi Alma dan dibenarkan oleh 5 saksi lainnya.
Ditanya jaksa apakah ada potensi kendala seperti kebocoran dan lain sebagainya yang dapat berakibat terjadinya selisih volume BBM yang didistribusikan, semua saksi menjawab, potensi kebocoran bisa terjadi pada selang. Namun, kebocoran itu disebut berjumlah sangat kecil dan biasanya akan dapat diatasi dengan cepat.
“Kalau ada kendala sambungan selang rembes, biasanya akan dapat diperbaiki dengan cepat. Jadi tidak ada pengaruhnya sama sekali. Karena bocornya tidak sampai 1 liter,” ujar Alma diamini saksi lainnya.
Ia pun menjelaskan, bahwa selama ini kedua belah pihak memiliki alat ukur masing-masing. Alat ukur itu pun, diakui saling tersambung satu sama lain. Sehingga, kedua belah pihak bisa saling mengawasi.
“Dari kapal kita (Bahana) masuk ke massflowmeter, dari Meratus punya masllsflow meter sendiri, langsung masuk kapal Meratus,” tandasnya.
Alma menegaskan, bahwa kebocoran yang selama ini terjadi dipastikannya tidak akan mempengaruhi volume dari BBM. Sebab, dalam recieve for bunker (RFB), terdapat tanda terima yang ditanda tangani kedua belah pihak.
“Kebocoran tidak mempengaruhi volume
Recieve for bunker adalah tanda terima muatan minyak dari Bahana ke Meratus. Sebelumnya kita cek volumenya apa benar sesuai PO (purchasing order), kalau sesuai ada ditanda tangani dari Meratus,” tegasnya.
Soal kendala? Selama ini para saksi mengaku tidak pernah menemui kendala yang dimaksud. Sebab, smua mekanisme yang dilakukan oleh kru sudah sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan perusahaan.
“Betul tidak pernah, semua mekanisme sudah sesuai prosedur,” tegasnya.
Ia pun memastikan, semua alat dari Bahana Line yang digunakan, selalu dikalibrasi ulang setiap tahunnya. Sehingga, akurasi peralatan tersebut dipastikan akurat.
“Sejak 2012 tidak pernah ada kendala teknis. Kalau di Bahana flowmeter pertahun selalu dikalibrasi sehingga tidak pernah ditemukan kendala. Kendala selang rembes atau rusak biasanya langsung kita ganti,” ucapnya. (q cox, Yo)