Peristiwa

Pandangan Pakar Geologi ITS Terkait Gempa Megathrust

123
×

Pandangan Pakar Geologi ITS Terkait Gempa Megathrust

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) ~ Indonesia menjadi salah satu negara yang rawan terjadi bencana alam. Terbaru, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan kekhawatirannya akan potensi terjadinya gempa besar Megathrust di Indonesia.

Menyikapi hal itu, pakar geologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Dr Ir Amien Widodo MSi menjelaskan bahwa Megathrust adalah gempa yang dipicu oleh tumbukan lempeng dengan kedalaman antara 0-70 kilometer (km). “Terjadinya gempa Megathrust karena adanya hambatan antar bidang lempeng, sedangkan lempeng terus bergerak,” ujar Amien.

Lebih lanjut, Amien menuturkan, letak Indonesia diapit oleh tiga lempeng yakni Lempeng Eurasia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Samudra Hindia. Lempeng-lempeng itu akan terus bergerak dan menghunjam ke permukaan bumi sejak jutaan tahun lalu. Pergerakan lempeng yang terus menerus akan mengakibatkan akumulasi energi yang dapat memicu terjadinya gempa.

Dosen Departemen Teknik Geofisika itu menambahkan bahwa pergerakan lempeng tektonik akan terus berlangsung dengan kecepatan tertentu antara dua hingga sepuluh sentimeter per tahun. Hal itu dapat mengakibatkan tumbukan Lempeng Samudera Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia. “Tumbukan kedua lempeng itu berpotensi menghasilkan gempa Megathrust,” ungkapnya.

Peneliti Senior dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim ITS ini mengungkapkan bahwa terjadinya gempa Megathrust dapat memengaruhi beberapa wilayah di Indonesia. Di antaranya pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa, pantai selatan Bali dan Nusa Tenggara, Kepulauan Maluku, Maluku Utara, pantai utara dan timur Sulawesi dan pantai utara Papua. “Lempeng tektonik terus bergerak sehingga gempa megathrust akan terus berulang di daerah tersebut,” bebernya.

Pada kesempatan yang sama Amien turut menekankan bahwa aktivitas gempa yang bersumber di zona Megathrust tidak selalu berkekuatan besar. Data hasil monitoring BMKG menunjukkan, justru gempa kecil lebih banyak terjadi di zona Megathrust. “Terjadinya gempa ini juga tidak dapat diprediksi kapan waktunya, sehingga masyarakat tidak perlu panik,” terangnya.

Ia turut menyampaikan upaya mitigasi Megathrust dengan mematuhi standar bangunan ketika mendirikan rumah. Hal itu sebagai bentuk pencegahan dini terhadap gempa terutama bagi masyarakat yang tinggal di pesisir pantai. “Untuk mencegah potensi terjadinya Megathrust besar yang memicu tsunami di pesisir pantai,” tuturnya. (q cox, tama dini)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *