SURABAYA (Suarapubliknews) – Kebutuhan akan refrigerated container (reefer) atau kontainer yang berpendingin di industri saat ini semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, PT Pelayaran Nasional Indonesia (Persero) atau Pelni dan PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA menggandeng Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dalam mengembangkan teknologi reefer di bidang logistik.
Wakil Rektor IV Bidang Riset, Inovasi, Kerjasama dan Kealumnian ITS Bambang Pramujati ST MSc Eng PhD menjelaskan, kerja sama ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya permintaan akan kebutuhan reefer oleh Pelni.
Oleh sebab itu, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berinisiatif untuk mengajak perguruan tinggi dalam mengembangkan teknologi dan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dari reefer.
Lewat kesempatan tersebut, ITS semakin menunjukkan semangatnya untuk terus berkontribusi secara nasional dalam memberi kebermanfaatan bagi masyarakat dan industri. Kontribusi ini sendiri datang dalam beberapa hal seperti penerapan teknologi dari penelitian yang ada, penelitian dan pengembangan teknologi baru, pendidikan dan pelatihan, hingga pemberian bantuan teknis seputar bidang ini.
Pengembangan-pengembangan tersebut dilakukan untuk menciptakan reefer yang memiliki berbagai keunggulan namun tetap ekonomis. Salah satunya, penggunaan material menjadi sebagian aspek sisi yang dikembangkan.
“Dalam pemilihan material turut mempertimbangkan salah satu hasil penelitian dosen ITS yang menggunakan material komposit yang lebih tahan terhadap kondisi cuaca pada kontainer,” jelasnya.
Selain itu, sistem refrigerasi yang digunakan juga mengombinasikan sistem kompresi uap dan phase change material (PCM). Hal ini bertujuan untuk membuat reefer dapat menghemat penggunaan energi sebesar 20 hingga 30 persen dari reefer konvensional. Tak hanya itu, hal ini turut didukung dengan pemanfaatan internet of things (IoT) yang bertujuan untuk mengontrol sistem pendingin serta monitoring suhu dan kelembaban reefer.
Nantinya, skema kerja sama ITS dengan Pelni dan INKA ini turut menjadi salah satu bentuk peningkatan produk buatan dalam negeri. Hal ini sendiri diperkuat dengan adanya dukungan dari tim peneliti di ITS yang telah memiliki pengalaman dalam pengembangan teknologi yang dimanfaatkan pada pengembangan produk tersebut.
Berlangsung selama dua tahun, kerja sama ini akan melibatkan tim peneliti yang terdiri atas dosen-dosen dari berbagai disiplin ilmu di ITS. “Mulai dari dosen dari Departemen Teknik Sistem Perkapalan, Departemen Teknik Instrumentasi, dan Departemen Teknik Sistem dan Industri,” bebernya.
Bambang berharap, nantinya lewat kerja sama ini dapat meningkatkan pula Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) produk reefer tersebut. “Kerja sama ini menjadi salah satu tantangan sekaligus kesempatan untuk meningkatkan TKDN dari produk yang dikembangkan,” tutupnya.
Kerja sama antara ITS bersama Pelni dan INKA ini sendiri telah diresmikan lewat penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) yang dilaksanakan secara luring, Kamis (21/7) lalu. (Q cox, tama dini)