SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Kota Surabaya kembali dipercaya sebagai tempat agenda berskala internasional. Kali ini, Surabaya ditunjuk jadi tuan rumah agenda East Asia Summit Regional Seminar for Capacity Building to Prevent and Counter Violent Extremism yang digelar Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesa bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri Republik Korea serta Pusat Studi ASEAN Universitas Airlangga dan Graduate School of International and Area Studies of Hankuk University of Foreign Studies (GSIAS HUFS) pada 5-6 Desember 2016.
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN, Duta Besar Jose Tavares mengatakan, dipilihnya Surabaya sebagai tempat gelaran agenda yang membahas upaya pencegahan permasalahan terorisme ini punya alasan khusus. Pihaknya sengaja menggelar di Surabaya agar tidak hanya fokus di Jakarta saja. Sebelumnya, acara serupa pernah digelar di Jakarta dan Yogyakarta.
“Selain itu, Surabaya juga satu contoh terbaik untuk menunjukkan kepada dunia bahwa keberagaman budaya bisa menghargai dan saling hidup berdampingan. Itu yang penting untuk kita bagikan kepada dunia,” tegas Jose Tavares seusai pembukaan East Asia Summit di Hotel JW Marriot, Surabaya, Senin (5/12/2016).
Dikatakan Jose Tavares, pencegahan merupakan upaya kunci dalam menyelesaikan permasalahan terorisme di dunia. Peserta seminar berkumpul dalam rangka membahas nilai-nilai yang moderat dan penuh toleran.
“Dan ini harus dilakukan secara kolektif antar negara. Tidak bisa satu negara saja. Penting adanya keterlibatan banyak orang dengan latar belakang yang berbeda dalam upaya pencegahan dan pemberantasan terorisme serta ekstremisme dengan kekerasan,” jelasnya.
Seminar ini bentuk implementasi EAS Statement on Countering Violent Extremism yang disahkan pada KTT ke-10 Asia Timur, Kuala Lumpur, 22 November 2015 silam. Secara umum, seminar ini membahas faktor penyebab VE, kesenjangan yang terjadi di tingkat nasional dan regional dalam upaya mencegah da memberantas VE. Serta, kemungkinan kerja sama yang dapat dilakukan antar negara untuk mengatasi permasalahan VE.
Nantinya, rekomendasi hasil diskusi para pakar ini, diharapan dapat memperkuat kapasitas kawasan dalam mencegah konflik dan diplomasi preventif serta pengembangan pendekatan komprehensif dalam mencegah esktremisme baik di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional.
“Hasil dari pertemuan ini akan kami bawa ke agenda East Summit Leader tahun depan yang dihadiri para kepala negara dari negara-negara forum EAS ini. Ini kita sharing untuk menjamin keamananan satu negara dan negara lainnya,” sambung Jose Tavarez.
Agenda East Asia Summit dihadiri perwakilan lembaga pemerintah dan non pemerintah dari negara peserta EAS. Selain 10 negara ASEAN, juga ada Amerika Serikat, Australia, India, Jepang, Korea Selatan, RRT, Rusia dan Selandia Baru. Ikut hadir perwakilan dari kementerian/lembaga nasional RI, akademisi serta organsasi kemasyarakatan.
Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memiliki banyak program sebagai upaya pencegahan aksi teror dan esktremisme di Surabaya.
Menurutnya, terjadinya aksi ekstremisme mayoritas berawal dari kemiskinan dan kesendirian. Karenanya, Pemkot berupaya membangun masyarakat toleran yang meski berbeda. Di Surabaya, meski ada berbagai macam etnis, tetapi mau membaur dan bersama-sama membangun kota. Dan itu berdampak positif pada keamanan kota serta menjamin keberlangsungan perekonomian.
“Sekarang kami lagi mendata warga yang kena PHK. Jangan sampai dimanfaatkan seseorang dengan imbalan. Sebab, di saat seseorang bingung, apapun bisa terjadi. Kami harus bangun dan pererat lagi dengan aktifitas macam-macam. Kami juga rapatkan barisan dengan kepolisan, ulama dan masyarakat,” tegas wali kota.
Sebelumnya, dalam sambutan di awal acara, wali kota memaparkan perihal upaya-upaya yang telah dilakukan Pemkot Surabaya untuk menangkal aksi ekstremisme di Kota Pahlawan.
Diantaranya adanya pengamanan swakarsa yang dilakukan masyarakat di lingkungan tempat tinggal nya. Juga program kemitraan antara polisi dan masyarakat (FKPM). Serta, kompetisi lomba cipta kampung aman.
“Beberapa program itu telah terbukti mampu mengurangi angka kriminalitas di Surabaya. Utamanya di kampung-kampung,” jelas wali kota. (q cox)