Peristiwa

Minilemon: Lebih dari Sekadar Animasi, Dapat Jadi Alat Edukasi Toleransi

78
×

Minilemon: Lebih dari Sekadar Animasi, Dapat Jadi Alat Edukasi Toleransi

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) ~ Film animasi 3D Minilemon diakui memiliki potensi besar sebagai alat edukasi toleransi. Hal ini terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) yang berlangsung di UIN Sunan Ampel Surabaya. Diskusi ini berfokus pada integrasi nilai-nilai toleransi ke dalam kurikulum pendidikan tinggi melalui pendekatan visual yang menarik.

Founder Minilemon, Reno Halsamer, menekankan pentingnya penggunaan pendekatan visual dalam pendidikan, terutama untuk anak-anak. “Minilemon dirancang sebagai hiburan edukatif yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik,” ujarnya. Ia juga menyatakan keinginannya untuk berkolaborasi dengan UIN Sunan Ampel Surabaya dalam menciptakan konten cerita berbasis riset yang mengangkat tema keberagaman.

Minilemon sebelumnya telah menjalin kemitraan dengan Universitas Surabaya (Ubaya) untuk mengembangkan aspek psikologis dari kontennya, dan telah terbukti efektif dalam menggambarkan keragaman budaya Indonesia melalui karakter-karakter uniknya. Saat ini, Minilemon juga sedang merintis Minilemon Movie Academy untuk mencetak generasi animator muda.

Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. Dr. H. Muhammad Thohir, menyambut baik rencana kolaborasi ini. Ia melihat potensi besar dalam pengembangan konten kreatif berbasis riset, terutama di tengah tren komunikasi visual yang berkembang saat ini. “Kerja sama ini akan menjadikan Minilemon sebagai mitra produksi, sementara UIN Sunan Ampel akan berkontribusi dalam pengembangan konten dan ide kreatif,” jelasnya.

Prof. Thohir juga menekankan pentingnya pendidikan dalam menumbuhkan toleransi, terutama di tengah maraknya informasi yang dapat memicu intoleransi. “Kementerian Agama mendorong agar keragaman dilihat sebagai potensi untuk membangun harmoni, bukan pemisah,” tegasnya.

Rektor UIN Sunan Ampel, Prof. Akh. Muzakki, menambahkan bahwa perguruan tinggi memiliki peran penting dalam membangun kehidupan yang harmonis dan mendukung arahan Menteri Agama untuk menciptakan kurikulum yang menekankan nilai-nilai perjumpaan dan cinta, bukan perbedaan. “Kita butuh kurikulum yang membangun persatuan, bukan perbedaan,” ujarnya.

FGD ini juga membahas penyempurnaan instrumen penilaian kompetensi guru agama yang toleran serta integrasi nilai toleransi ke dalam kurikulum pendidikan tinggi. Ketua FGD, Dr. Hanun Asrohah, menekankan pentingnya diskusi berkelanjutan tentang toleransi di era teknologi dan globalisasi. “Isu toleransi tidak pernah ada habisnya untuk kita bahas, dan akhir-akhir ini semakin mengemuka karena perkembangan teknologi dan dunia global,” ungkapnya, dalam acara yang dihadiri oleh perwakilan lintas iman dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Timur.

Sebagai langkah awal, UIN Sunan Ampel telah melakukan survei tentang indeks toleransi di kalangan pendidik di Jawa Timur untuk mendukung mandat Kementerian Agama dalam membangun kerukunan. (q cox, tama dini)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *