BisnisJatim Raya

RAISA Generasi Terbaru Tambah Fitur; Kurangi Interaksi Langsung dengan Pasien

44
×

RAISA Generasi Terbaru Tambah Fitur; Kurangi Interaksi Langsung dengan Pasien

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Melanjutkan kolaborasi dalam pengembangan robot untuk menggantikan tenaga medis dalam menangani pasien Covid-19, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bersama Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) menambahkan berbagai fitur kepada dua unit Robot Medical Assistant ITS – Airlangga (RAISA).

Rektor ITS Prof Dr Ir Mochamad Ashari MEng menjelaskan bahwa dua robot ini masing-masing akan bekerja pada ruang Intensive Care Unit (ICU) dan High Care Unit (HCU). “Robot ini memiliki karakteristik teknis yang disesuaikan dengan kebutuhan pada masing-masing ruangan,” katanya.

Ruang ICU berisi pasien yang berada dalam keadaan pasif sampai tidak sadarkan diri. Sehingga RAISA yang bekerja di ruang ICU akan berfokus pada pengamatan dan monitor kondisi vital pasien. Sedangkan di ruang HCU, di mana pasien masih bisa berinteraksi dengan robot, RAISA memiliki fitur komunikasi seperti sebelumnya dan fitur tambahan untuk melakukan sensor denyut jantung, infus, dan saturasi oksigen.

Salah satu tim peneliti RAISA, Rudy Dikairono ST MT melanjutkan, untuk RAISA ICU fitur kamera yang sebelumnya sudah ada digantikan dengan kamera yang memiliki resolusi lebih tinggi guna memantau kondisi pasien secara langsung.

Kamera ini memiliki fitur Pan-tilt-zoom (PTZ) yang memungkinkannya untuk berputar 360 derajat seperti kamera surveillance. “Kamera ini kita beli kemudian dimodifikasi penempatan dan kontrolnya agar bisa terhubung ke joystick yang ada di ruang operator,” paparnya.

Sedangkan untuk ruang HCU, RAISA ditambahkan beberapa sensor untuk suhu dan kadar oksigen. Sensor ini sudah menggunakan IoT dan akan dibuatkan database di server, sehingga masing-masing pasien memiliki datanya tersendiri.

Kedua RAISA ini juga memiliki proximity sensor (sensor jarak) yang akan mendeteksi benda yang menghambat atau menghalangi jalannya robot. Jika ada halangan, RAISA akan memberikan peringatan suara dan akan ada juga peringatan di layar monitor operator.

“Sensor ini bisa mendeteksi sampai jarak tiga meter, namun akan berhenti jika hambatan berjarak 50-75 centimeter,” jelas dosen Teknik Elektro ini.

Selain itu, Rudy dan timnya mengembangkan pintu otomatis yang akan membukakan jalan kepada RAISA. Ruang isolasi terbagi menjadi tiga ruangan yaitu ruang bersih, ruang antara, dan ruang infeksi.

Pintu otomatis akan dipasang untuk menghubungkan ruang antara dengan ruang infeksi, di mana pasien dirawat. “Pintu yang awalnya manual akan dimodifikasi, sehingga pintu bisa dibukakan melalui ruang operator, dan sudah terintegrasi dengan software robot,” tambahnya.

Robot yang akan menjalankan finalisasi selama tiga sampai lima hari ini dikembangkan oleh tim robot ITS dengan koordinator utama Rudy Dikairono ST MT, Muhtadin ST MT, Ahmad Zaini ST MSc, Dr I Ketut Eddy Purnama ST MT, dibantu dengan mahasiswa dari Departemen Teknik Mesin, Teknik Informatika, dan Teknik Elektro Otomasi.

Direktur Utama RSUA Prof dr Nasronudin SpPD-KPTI FINASIM menyatakan bahwa fitur-fitur tambahan ini sangat membantu para tenaga medis dalam menjalankan tugasnya. “Dengan adanya fitur ini, diruang ICU kita bisa mengamati denyut jantung, jenis infus, jumlah tetesan infus, produksi urin, dan saturasi oksigen. Di ruang HCU kita juga bisa mengukur suhu pasien, juga bisa berinteraksi dengan pasien,” terangnya.

Dokter yang akrab disapa Nasron ini menyatakan rasa syukurnya atas apa yang telah dicapai dari kolaborasi antara ITS dengan RSUA. Dengan adanya RAISA, maka interaksi antara tenaga medis dengan pasien secara langsung akan berkurang sehingga menurunkan risiko tertular Covid-19.

“Selain bisa membantu tenaga medis dalam bekerja, kita juga bisa mengurangi kebutuhan APD yang jumlahnya terbatas, pasien juga bisa lebih banyak beristirahat sehingga mengurangi stress dan mempercepat proses penyembuhan,” tegasnya.

Teknologi modern karya anak bangsa seperti robot pembantu tenaga medis ini diharapkan dapat dilakukan produksi nasional, dan digunakan di berbagai rumah sakit di Indonesia. “Sehingga kita bisa mengurangi impor teknologi dari luar negeri, dan juga para tenaga medis bisa bekerja dengan aman,” tutup Nasron. (q cox, tama dinie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *