Pemerintahan

Pemkot Surabaya Gandeng Kota Kitakyushu Gelar Workshop Inovasi Pengelolaan Sampah

52
×

Pemkot Surabaya Gandeng Kota Kitakyushu Gelar Workshop Inovasi Pengelolaan Sampah

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bersama Pemkot Kitakyushu menggelar workshop inovasi pengelolaan sampah secara virtual yang diikuti oleh para kader lingkungan Kota Pahlawan, Selasa (14/9/2021). Penyelenggaraan workshop itu merupakan bagian dari kerjasama green sister city di bidang lingkungan, antara Kota Surabaya dengan Kota Kitakyushu, Jepang.

Workshop itu menghadirkan narasumber dari Biro Lingkungan Kitakyushu yakni, Assistant Manager Resource Circulation Division Kouji Ueda, dan Chairman “Compost Adviser Society” Chiyoshi Nakashima, serta Koji Takakura.

Koji Takakura adalah penemu Metode Takakura yang saat ini diterapkan secara luas oleh para kader lingkungan di Kota Surabaya. Metode Takakura merupakan salah satu metode pengomposan baik skala rumah tangga maupun skala kawasan.

Pada kesempatan itu, Chiyosi Nakashima memaparkan, di Kota Kitakyushu, masyarakat diminta untuk membedakan sampah yang akan dibuang berdasarkan jenisnya. Selain itu, mereka juga harus membuang sampah sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan.

“Jadwalnya berdasarkan jenis sampahnya. Kalau mereka tidak membuang sampah sesuai jadwal yang ada, sampahnya tidak akan diangkut. Nah, ini akan mengganggu tetangganya. Mereka mempunyai prinsip untuk tidak mengganggu orang lain, mereka akan merasa malu,” paparnya.

Selain itu, Pemkot Kitakyushu juga menggandeng sekolah-sekolah untuk memberikan materi pembelajaran kepada siswanya terkait pengelolaan sampah dan limbah.  Sehingga, mereka sudah diajarkan untuk menjaga lingkungan hidup sejak dini. “Di Sekolah itu total ada 26 jam pembelajaraan terkait pengelolaan sampah dan limbah,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Bagian (Kabag) Administrasi Kerjasama Kota Surabaya, Dewi Wahyu Wardani mengatakan, pemkot melakukan berbagai inovasi untuk pengelolaan sampah di Kota Surabaya. Di antarannya, program 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dengan pengurangan dan pemilihan sampah mulai dari sumbernya. Pemkot Surabaya berkomitmen untuk mewujudkan program gerakan Surabaya Zero Waste (bebas sampah).

“Kita juga mengoptimalkan pemilahan sampah di TPS, pengolahan limbah plastik, serta menggubah sampah menjadi energi listrik melalui Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) Benowo yang pada 6 Mei 2021 lalu diresmikan oleh Bapak Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia,” papar Dewi.

Selain itu, pemkot juga sudah menggandeng fasilitator lingkungan untuk mendorong peran aktif masyarakat dari berbagai lapisan dalam mengubah Kota Surabaya menjadi kota yang bersih, hijau, dan ramah lingkungan. Saat ini, di Surabaya terdapat sekitar 23 ribu kader lingkungan.

“Mereka bertugas megawasi, mendorong, dan memberikan edukasi ke masyarakat agar peduli lingkungan dan mengerti cara pemanfaatan sampah. Mereka juga mengajak warga untuk melakukan gerakan perbaikan lingkungan hidup. Misalnya, mengelola sampah, ketahanan pangan mandiri, penghijauan, pengolahan air limbah, dan pemanfaatan air hujan, serta upaya penghematan energi,” terangnya.

Pada kesempatan yang sama, salah satu Fasilitator Lingkungan Eka Trisnawati menjelaskan, saat ini, untuk mengurangi jumlah sampah organik terutama sampah sisa makanan dan sampah dapur menggunakan maggot. Maggot merupakan organisme yang berasal dari larva Black Soldier BSF (BSF).

“Kita sedang menggaungkan budidaya maggot. Maggot ini sebagai pemakan sampah organik. Mereka sangat rakus, 100g maggot dalam sehari dapat menghabiskan 4kg sampah organik. Dari kotorannya, itu akan menjadi pupuk kompos berkualitas tinggi,” jelasnya.

Perwakilan Komunitas Nol Sampah Hermawan menyebut, bersdasarkan data dari Kementerian Lingkunngan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, sampah organik menyumbang 54 persen dari total sampah di Kota Surabaya. Oleh sebab itu, komunitas nol sampah mendorong masyarakat untuk mengurangi sampah sisa makanan.

“Kami fokus pendampingan untuk mengorganisir masyarakat di kampung, sekolah, dan kampus, serta kantor untuk menjadi masyarakat yang peduli dengan lingkungannya. Mereka punya kemampuan untuk mengangkat potensi-potensi di lingkungannya, terutama soal pengolahan sampah, ” pungkasnya. (q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *