SURABAYA (Suarapubliknews) – Analis Politik Surabaya Survey Center (SSC) Surokim Abdussalam mengatakan bahwa Risma memang tak mau masuk ke dalam polemik secara langsung karena untuk menjaga hubungan dengan Whisnu Sakti Buana yang saat ini menjabat Waki Wali Kota.
Namun, dengan melihat relasi antara Risma dan Megawati, walikota perempuan pertama di Surabaya itu tidak akan berbeda sikap dengan DPP PDIP.
Menurut Surokim, Risma dinilai tetap satu frekuensi dengan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri terkait penunjukan ketua, sekretaris, dan bendahara baru di tubuh DPC PDIP Kota Surabaya.
Ini karena Risma memiliki relasi sangat dekat dengan Megawati, sehingga tak mungkin berbeda kebijakan dengan putri proklamator Bung Karno tersebut.
”Bu Risma mempunyai kedekatan khusus dengan Bu Mega, jadi tidak mungkin beda frekuensi. Karena keputusan di PDIP itu kan sangat kuat dari DPP, menurut saya, Bu Risma menyesuaikan frekuensi DPP PDIP,” ujarnya kepada media, Kamis (11/7/2019).
Surokim menuturkan, sikap Risma yang tak mau ikut polemik kepengurusan di DPC PDIP Surabaya bisa dibaca sebagai keselarasan dengan kebijakan DPP.
Tidak hanya utu, Surokim juga menilai jika sikap Risma yang tak mau terbuka menyatakan pendapat dalam polemik ini sebagai langkah tepat demi menjaga kondusivitas.
”Pasti suara Bu Risma ke DPP. Tapi memang lebih baik diam dan tidak masuk ke polemik ini,” ujar Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Trunojoyo Madura.
Seperti diketahui, pada Konfercab PDIP Surabaya Minggu lalu (7/7/2019), DPP PDIP menugaskan Adi Sutarwijono sebagai ketua PDIP Surabaya.
Surat yang ditandatangani Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan Sekjen Hasto Kristiyanto tersebut mendapat penolakan sebagian pengurus anak cabang (PAC) dan sejumlah pengurus PDIP Surabaya sebelumnya, termasuk beberapa anggota Fraksi PDIP di DPRD Surabaya. Di sisi lain, banyak pula PAC dan jajaran kepengurusan PDIP Surabaya sebelumnya yang mendukung instruksi Megawati tersebut. (q cox)