Hukrim

Polrestabes Tak Datang, Sidang Praperadilan Mantan Perawat Batal Digelar

22
×

Polrestabes Tak Datang, Sidang Praperadilan Mantan Perawat Batal Digelar

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Sidang praperadilan yang diajukan Zunaidi Abdillah, mantan perawat National Hospital batal digelar. Batalnya sidang perdana ini, lantaran pihak Polrestabes selaku termohon tidak datang ke persidangan.

M Sholeh, kuasa hukum terdakwa mengatakan bahwa ‘mangkirnya’ Polrestabes Surabaya ini diduga sebagai upaya mengolor-olor waktu. Dugaan ini beralasan, pasalnya pokok perkara kasus ini tidak lama lagi bakal disidangkan.

“Kalau pokok perkara disidangkan, bisa gugur permohonan praperadilan yang kita ajukan, dan itu sesuai bunyi KUHAP,” ujarnya.

Masih Sholeh, tujuan diajukannya gugatan ini adalah menganulir status tersangka dan juga memulihkan nama baik kliennya di hadapan publik.

Dalam gugatan praperadilan diuraikan kronologis kasus ini versi pemohon, bahwa pada tanggal 23 Januari 2018 sekitar jam 11.30-12.00 Wib setelah operasi penyakit pasien Widyanti, pemohon dituduh telah melakukan tindakan asusila terhadap pasien dengan memegang payudara pasien Widyanti.

Pemohon juga dituding telah meremas-remas payudara dan membuat mainan putting pasien Widyantinti, bahwa kejadian tuduhan tindakan asusila yang dilakukan pemohon terjadi pada tanggal 23 Januari 2018 antara jam 11.30-12.00 Wib terhadap korban Widyanti.

Sementara pemohon menemui korban yang diantar oleh Bu Dyah dan Bu Amalia terjadi pada tanggal 24 Januari 2018 jam 12.00 Wib. Artinya ada durasi waktu 24 jam setelah kejadian. Pertanyaannya, apakah logis, orang mendapatkan tindakan pelecehan payudaranya diremas-remas, putting dibuat mainan dia diam saja, baru setelah 24 jam dipermasalahkan?,” ujar Sholeh.

Sholeh menambahkan, satu jam pasca operasi pemohon mengajak korban komunikasi. Pemohon bilang “Bu pindah ruangan ya”, pasien menjawab “ya” dan tidur lagi. Artinya, tidak benar jika korban tidak berdaya, saat itu kondisi korban sudah bisa berkomunikasi. “Tentu jika pemohon meremas-remas payudara korban tentu korban bisa protes, ini sebuah kejanggalan,” tambahnya.

Selain itu, lanjut Sholeh, Polrestabes Surabaya selaku termohon tidak pernah memeriksa Majelis Kode Etik Keperawatan Indonesia Jawa Timur yang menyidangkan dugaan pelanggaran Kode Etik yang di dalam keputusannya menyatakan pemohon tidak melanggar Kode Etik Keperawatan Indonesia tertanggal 3 Pebruari 2018.

Pendapat Sholeh, kasus a quo bukanlah kasus pembunuhan yang penyidik harus bergerak cepat menangkap pelaku. Kasus ini juga bukan perkosaan atas nama kemanusiaan penyidik harus segera menangkap pelaku, yang dilakukan oleh termohon seperti dikejar tayang.

Tanggal 25 Januari 2018 dilaporkan, tanggal itu juga termohon mengeluarkan sprindik, tanggal 26 Januari 2018 pemohon langsung ditetapkan menjadi tersangka.

“Pertanyaannya, kapan termohon memeriksa saksi-saksi, kapan termohon melakukan visum et repertum, kapan termohon memeriksa ahli, kapan termohon melakukan gelar perkara. Andaikata semua perkara yang ditangani termohon diselesaikan seperti kasus yang dialami oleh pemohon, tentu termohon menjadi aparat penegak hukum yang terbaik di dunia,” ujarnya.

Sholeh menyatakan jika termohon tidak melakukan proses penyelidikan, tapi langsung ke tahap penyidikan, hal ini melanggar Pasal 4 huruf c Peraturan Kapolri No 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

Tidak memeriksa pemohon sebagai calon tersangka melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi no 21-PUU-XII-2014 halaman 98 alinea ke dua tertanggal 16 Maret 2015.

Perolehan rekaman video permintaan maaf pemohon melanggar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 tertanggal 7 September 2016 halaman 96. Tidak memberikan kesempatan menghadirkan saksi dan ahli untuk kepentingan Pemohon melanggar Pasal 65 UU No 8 tahun 1981 tentang KUHAP.

Tidak adanya 2 alat bukti dalam menetapkan PEMOHON sebagai Tersangka melanggar Pasal 184 Undang-Undang No 8 tahun 1981.

“Untuk itu, kami memohon agar majelis hakim menerima dan mengabulkan Permohonan Praperadilan Pemohon untuk seluruhnya, nenyatakan penetapan tersangka atas diri pemohon yang dituangkan dalam Surat Ketetapan Nomor; S-Tap/90/I/2018 SATRESKRIM Kepolisian Resort kota Besar Surabaya tertanggal 26 Januari 2018 adalah tidak sah dan tidak berdasar hukum,” tegasnya. (q cox)

Foto: M Sholeh, kuasa hukum Zunaidi Abdillah, mantan perawat National Hospital, tersangka dugaan kasus pencabulan terhadap pasien.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *