Hukrim

Terdakwa Hiu Kok Ming Makin Terpojok Saat Persesuaian Keterangan Saksi

23
×

Terdakwa Hiu Kok Ming Makin Terpojok Saat Persesuaian Keterangan Saksi

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Keterangan empat saksi yang telah disumpah pada persidangan sebelumnya, Njio Tjat Tjin (Iskandar), Kristono (notaris), The Dody Widodo, dan Lutfita Sari, membuat Hiu Kok Ming (HKM), terdakwa dalam kasus penipuan jual beli tanah di Kalimalang Bekasi semakin terpojok.

Hal ini terungkap saat terdakwa asal Singkawang tersebut menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (04/12/2019).

Menurut keterangan para saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rakhmad Hari Basuki dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur itu kompak menyebutkan, bahwa terdakwa HKM mengatakan bahwa sebelum hingga terjadinya penanda tanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB), HKM mengaku tanah yang berada di Kalimalang Bekasi tersebut adalah miliknya.

“Pada tahun 2011, saya diundang sama terdakwa untuk menghadiri peresmian hotel 81 di Kalimalang. Lalu saya diantar oleh terdakwa ke suatu lokasi dan menyuruh menawarkan tanah miliknya. Waktu saya tanya surat suratnya dia bilang clear dan clean, tidak sengketa atau dijaminkan ke bank,” terang Njio Tjat Tjin alias Iskandar saat memberikan keterangan di ruang Garuda.

Pria berusia 70 tahun yang mengaku sudah mengenal terdakwa dari tahun 2007 itu menambahkan, dirinya kemudian meminta bantuan kepada The Dody untuk menawarkan tanah milik HKM. Terkait kelengkapan surat suratnya, Iskandar menyarankan agar menanyakan langsung ke pemilik tanah nya.

“Pada waktu ketemu, pak Dody bilang ke saya ada pembeli, tetapi dari Surabaya. Kemudian sekitar bulan September 2012 pk Widjijono datang bersama timnya untuk survey lokasi. Setelah dicek dan tertarik, pak Widji diajak menemui HKM dikantornya,”imbuhnya.

Lebih lanjut Iskandar mengatakan bahwa Sari Astuti, istri terdakwa sempat ditelepon dan datang ke kantor HKM. Bahkan Sari juga ikut meyakinkan kepada Widjijono bila membeli tanah suaminya, akan mendapat untung besar karena tanah tersebut bagus.

“Kata istrinya jika membeli tanah itu pasti untung soalnya tanahnya bagus,”kata Iskandar menirukan ucapan istri terdakwa saat itu.

Setelah merasa yakin, di kantor HKM itulah kemudian terjadi kesepakatan harga senilai Rp 75 miliar antara Widjijono dan HKM atas tanah tersebut. Dan HKM disebut meminta tanda jadi sebesar Rp 1 miliar.

“Waktu ditanya sama pak Widjijono, terdakwa bilang kalau surat suratnya sudah ada di notaris Prayitno,”ucapnya.

Iskandar juga menceritakan bahwa saat penanda tanganan PPJB di kantor notaris Prayitno, Widjijono sempat keluar ruangan dan mengeluhkan bahwa jual beli tersebut bakal batal. Tak lama kemudian HKM menyusul Widjijono dan berupaya membujuk Widji, kemudian mereka masuk ke dalam ruangan kembali.

“Waktu selesai penanda tanganan PPJB selesai, saya sempat bertanya kepada pak Widji, kenapa kok tadi bilang batal batal, terus kok akhirnya jadi. Lalu pak Widji bilang kalau HKM kasih jaminan sertifikat tanah 5 buah,” beber Iskandar. Namun berdasarkan persidangan sebelumnya, terungkap keterangan bahwa sertipikat tersebut berhasil ditarik kembali oleh HKM

Penasihat hukum (PH) terdakwa, Sudiman Sidabuke, sempat melakukan perlawanan atas Keterang Iskandar, dengan mengkaitkan perkara tindak pidana penggelapan yang dilaporkan HKM pada Iskandar dengan tuduhan Iskandar telah menggelapkan dana senilai Rp 502 juta milik terdakwa, untuk biaya pengurusan sertifikat.

“Ah, itukan modus dia supaya ga bayar komisi saya. Memang saya terima uang itu, tapi kan saya buat untuk biaya operasional menawarkan tanah dia selama setahun. Dan perkara itu saat ini saya sedang mengajukan PK (peninjauan kembali). Untuk pengurusan sertifikat tidak sama sekali, saya cuma di kasih surat tugas untuk mengecek pengajuan sertifikat. Sedangkan bila saya yang melakukan pengurusan, kan harus ada surat kuasa, coba buktikan ada ga surat kuasanya,” tantang Iskandar kepada PH terdakwa. Terlihat gesture PH hanya terdiam saja.

Keterangan Iskandar ini ternyata sama dengan keterangan saksi berikutnya The Dody Widodo. Walaupun keduanya diperiksa secara terpisah. Pada intinya saksi The Dody juga menyebutkan bahwa terdakwa mengaku tanah di Kalimalang tersebut miliknya. Terkait asal usul tanah tersebut, Dody tidak tahu menahu.

“Kalau tahu tanah itu belum milik HKM, saya ngga bakalan mau mempertemukan pak Widjijono dengan HKM, saya Tarik pulang pak Widji, jelas itu.”, tukas The Dody.

Saksi Kristono, notaris yang membuat akta pelepasan hak dari PT Adi Reality kepada HKM mengaku awalnya menolak keinginan HKM yang diwakilkan kepada staffnya Jeffry.

“September 2011 Staff terdakwa, jeffry. Datang ke saya. Pertama saya tolak. Yang kedua datang lagi tapi tidak ketemu, terus minta ke staff saya di bantu buatkan konsep pelepasan hak, setelah mendapatkan surat dari Kementrian BUMN yamg mengatakan tidak diperlukan ijin dari kementerian BUMN untuk pelepasan hak tanah tersebut,”kata Kristono.

Kristono mengaku, pada 14 Desember 2012 terjadilah penanda tanganan pelepasan. Terkait pada bulan November 2012, 1 bulan sebelumnya ternyata terjadi peralihan hak atau sudah dijual oleh HKM tanah tersebut, Kristono mengaku tidak tahu.

Saksi Lutfita Sari, saat mendapat giliran diperiksa mengatakan saat terjadinya jual beli tanah di Bekasi itu, dirinya sudah bekerja di PT Mutiara Langgeng Bersama (MLB). Bahkan dirinya mengaku yang memberikan Bilyet Giro (BG) senilai Rp 20 miliar kepada HKM dikantornya.

“Waktu itu saya yang kasihkan sendiri BG sejumlah Rp 20 miliar”, terang saksi. (q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *