SURABAYA (Suarapubliknews) – Bos PT Gala Bumi Perkasa (GBP), Henry Jocosity Gunawan, bersama istrinya, Iuneke Anggraini, akhirnya divonis dua per tiga dari tuntutan jaksa penuntut umum dalam perkara menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta autentik, saat sidang putusan di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis (19/12).
Dalam amar putusan majelis hakim yang diketuai Dwi Purwadi disebutkan, bahwa terdakwa Henry J Gunawan dan terdakwa Iuneke Anggraini dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 266 ayat (1) KUHP Juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa satu, Henry J Gunawan dengan pidana penjara selama tiga tahun dan terdakwa dua, Iuneke Anggraini, pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan,”ucap ketua majelis hakim Dwi Purwadi saat membacakan amar putusannya di ruang sidang Cakra.
Hal-hal yang memberatkan, terdakwa Henry J Gunawan pernah dipidana penjara sebelumnya dan tidak mau mengakui perbuatannya. Sedangkan hal yang meringankan, kedua terdakwa berlaku sopan selama persidangan dan terdakwa dua tidak pernah dihukum.
Majelis hakim menilai perbuatan kedua terdakwa telah memenuhi lima unsur yang terkandung dalam Pasal 26 ayat (1) KUHP. Yakni, unsur barang siapa, unsur menyuruh memasukkan keterangan palsu dalam akte otetik yakni akte penjaminan hutang, unsur dengan maksud dengan memakai atau menyuruh memakai yang ditujukan dapat digunakan olehnya atau orang orang lain, unsur pemakaian nya dapat menimbulkan kerugian, unsur sebagai yang melakukan atau menyuruh melakukan atau turut serta melakukan hal ini dapat terlihat dari unsur barang siapa.
Terkait unsur barang siapa, majelis hakim menilai kedua terdakwa dapat menjelaskan identitasnya secara jelas dan dalam keadaan sehat jasmani dan rohani.
“Dengan demikian unsur barang siapa sebagai subjek hukum sudah terpenuhi,”terang Mashuri Effendi selaku hakim anggota saat membacakan pertimbangan hukumnya.
Majelis hakim juga menolak dalil penasehat hukum kedua terdakwa yang menyoal tentang pertanggungjawaban notaris saat membuat akta otentik.
“Pejabat pembuat tidak berkewajiban mengetahui kebenaran isi akta. Maka ia tidak dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. Karena dapat disimpulkan pembuat akte otentik hanya memasukkan keterangan yang disampaikan oleh orang lain atau para pihak dan tidak punya kewajiban hukum oleh karenanya dan tidak ada kewajiban menyelidiki secara material apa yang disampaikan,”terang hakim Mashuri Effendi.
Selain itu, majelis hakim tidak mengakui perkawinan adat Tionghoa yang dilangsungkan kedua terdakwa sebagai perkawinan yang sah, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
“Perkawinan terdakwa yang sah adalah saat melangsungkan pernikahan secara agama Budha,”ujar hakim Mashuri Effendi.
Sementara terkait unsur menyuruh memasukan keterangan palsu dalam akta otentik penjaminan hutang, majelis hakim menilai, pembuatan akta otentik personal guarantee dilakukan terdakwa Henry J Gunawan untuk mendapat kepercayaan dari PT Graha Nandi Sampoerna (GNS).
“Menimbang adanya pencantuman status suami istri pada akte personal guarantee dengan maksud memberikan kepercayaan kepada Heng Hok Soei sebagai pemberi hutang, agar mengesankan Terdakwa sebagai orang yang sanggup memenuhi janji namun faktanya masih terjadi selisih pendapat penyelesaian hutang,”terang ketua majelis hakim Dwi Purwadi.
Sedangkan terkait unsur pemakaianmya dapat menimbulkan kerugian, majelis hakim menilai keberadaan akta otentik yang ditandatangani kedua terdakwa dapat mendatangkan kerugian material dan Immaterial.
“Dimana fakta hukum masih terjadi perselisihan dan perbedaan pendapat dalam penyelesaiannya. Hutang piutang antara Heng Hok Soei dan terdakwa 1 Henry Jocosity Gunawan sebagaimana berita acara perjanjian maka jelas perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian kepada Heng Hok Soei sebagai pemberi hutang,”jelas ketua majelis hakim Dwi Purwadi.
Atas putusan tersebut, JPU Ali Prakosa dari Kejaksaan Negeri Surabaya langsung menyatakan banding. Dan tak kalah sengitnya, Henry J Gunawan pun juga menyatakan banding tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan tim penasihat hukumnya. “Banding, pak hakim,”tukas Henry.
Untuk diketahui, vonis majelis hakim ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Prakosa yang sebelumnya menuntut terdakwa Henry J Gunawan dengan pidana penjara selama tiga tahun dan enam bulan penjara, sedangkan terhadap terdakwa Iuneke Anggraini dengan pidana penjara selama dua tahun.
Perkara keterangan pernikahan palsu ini dimulai pada Juli 2010 ketika Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini mengaku sebagai pasangan suami istri (Pasutri) saat membuat 2 akta perjanjian pengakuan hutang dan personal guarantee. Namun faktanya, mereka baru resmi menikah baik secara agama Budha di Vihara Buddhayana Surabaya pada 8 November 2011 yang dinikahkan oleh pendeta Shakaya Putra Soemarno Sapoetra serta baru dicatat di Dispenduk Capil pada 9 November 2011.
Selain kasus ini, Henry juga pernah terbelit kasus penipuan jual beli tanah di Celaket Malang dengan pelapor Notaris Caroline C Kalempung. Henry pun divonis 2 tahun penjara oleh Hakim Pengadilan Tinggi Surabaya, pasca Kejari Surabaya melakukan banding atas putusan hakim PN Surabaya yang menghukum Henry dengan hukuman 8 bulan percobaan dengan masa tahanan selama 1 tahun penjara.
Sedangkan di kasus pidana kedua, Henry divonis 2,5 tahun penjara karena terbukti menipu 12 pedagang Pasar Turi atas pungutan sertifikat strata title dan BPHTB.
Untuk kasus ketiga, Henry melakukan penipuan terhadap 3 kongsinya dalam pembangunan Pasar Turi. Atas kasus ini, Henry pun divonis 3 tahun penjara di Pengadilan Negeri Surabaya. (q cox)