Pemerintahan

Tangkal Radikalisme di Surabaya, Usulan Wali Kota Risma ke Mendikbud Belum Direspon

16
×

Tangkal Radikalisme di Surabaya, Usulan Wali Kota Risma ke Mendikbud Belum Direspon

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhajir Effendi, sebenarnya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sempat mengusulkan perlunya sanksi tidak naik kelas atau tidak lulus bagi siswa SD dan SMP yang nilainya nol di mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN).

Usulan Risma ini disampaikan, saat Muhajir Effendi berkunjung ke Balai Kota Surabaya, Senin (14/5/2018), menyikapi prilaku aneh sewaktu sekolah dari salah satu siswa yang menjadi pelaku bom bunuh diri di GKI Jalan Diponegoro.

“Anak itu nilai PPKN-nya nol. Kalau PPKN nol mestinya tidak boleh masuk kelas, dua kali berturut-turut ya dikeluarin saja,” kata Risma.

Anak yang dimaksud Risma adalah salah satu putri dari pelaku bom bunuh diri yakni Dita Oepriarto (bapak) dan Puji Kuswati (ibu), warga Wonorejo, Rungkut, Surabaya. Dita dan Puji sendiri memiliki empat anak yakni Yusuf Fadhil (18), Firman Halim (16), Fadhila Sari (12) dan Famela Rizqita.

Satu keluarga yang mati karena bom bunuh diri itu sebelumnya membagi peran saat melakukan aksi terornya. Dita meledakkan bom di GPPS Jalan Arjuno, Yusuf dan Firman di Gereja Katolik Ngagel dan Puji bersama dua putrinya Fadhila dan Famela melakukan bom bunuh diri di GKI Jalan Diponegoro.

Risma mengaku telah bertemu dengan salah satu guru kelas dari anak Dita dan Puji yang sekolah di salah satu SD swasta favorit di Kota Surabaya. Pada saat itu, Risma mendapatkan penjelasan dari guru kelas jika anak tersebut nilai PPKN-nya nol.

Padahal, lanjut dia, dalam mata pelajaran PPKN yang diajarkan di semua sekolah tidak hanya diajarkan nilai-nilai dalam pancasila saja, melainkan juga sopan santun, toleransi, gotong-royong dan lainnya.

Selain itu, lanjut dia, yang mengagetkan anak tersebut juga sempat bilang ke guru kelas maupun teman-temannya punya keinginan mati sahid. “Katanya juga mau mati sahid,” katanya.

Mestinya, kata dia, jika ada anak yang mengeluarkan kata-kata mati sahid seperti itu, maka pihak sekolah harus segera mengambil sikap untuk mengetahui apa yang terjadi pada siswa itu.

“Bisa saja, anak itu tidak sengaja mengucapkan itu. Tapi kita merasahkan aneh,” katanya.

Hanya saja, Mendikbud Muhajir Effendi saat di Balai Kota Surabaya kurang merespons usulan dari Risma mengenai perlunya perubahan kurikulum atau kebijakan terkait sanksi bagi siswa yang mata pelajaran PPKN mendapat nilai nol.

“Saya sudah ketemu kepala sekolahnya, saya tanya biasa-biasa saja,” kata mendikbud.

Sementara itu, Risma menilai yang lebih tahu kebiasaan dari anak tersebut adalah guru kelasnya, bukan kepala sekolah. “Ya mungkin yang lebih tahu guru kelasnya,” katanya. (q cox, Hk)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *