SURABAYA (Suarapubliknews) – Sungguh miris mendengar semua cerita dari Ibu Megawati Purnamasari (78), karena tak mengira jika anak kandungnya bernama Slamet Utomo akan menggugatnya terkait objek rumah sekaligus tempat usaha dealer motor atas namanya. Bahkan, wanita renta itu tak tahu apa alasan dirinya digugat.
“Apa salah saya sampai digugat. Padahal dia (Slamet) sudah dikasih dealer. Berkembang, sudah bisa beli rumah di Bali. Saya mengucap syukur dia sudah kaya. Kok masih ingin minta warisan yang ditinggalkan suami saya. Dia (Slamet) tidak pernah memberi saya uang untuk berobat, makan. Darimana saya membayar biaya berobat kalau tidak dari dealer yang saya rintis bersama suami saya,” ucapnya kepada sejumlah awak media. Rabu (10/5/2023)
Menurut Survita Hendrayanto, SH, kuasa hukum tergugat (Megawati) mengatakan bahwa kasus kliennya saat ini adalah permasalahan keluarga.
“Ini sebetulnya masalah keluarga. Tetapi saya melihat ada settingan dalam pelaksanaan proses hukumnya,” tutur Survita saat ditanya wartawan .
Bukan tanpa sebab pria yang akrab dipanggil Hendra itu mengatakan hal tersebut, sebab dua gugatan yang dilayangkan oleh Slamet Utomo dilakukan dalam waktu bersamaan. Pertama dengan nomor perkara : 184/Pdt.G/Pdt/2022, dan kedua dengan nomor perkara : 240/G/2022/PTUN.
“Jadi, pertama klien kami digugat di Pengadilan Negeri Banyuwangi. Setelah itu, digugat kembali di Pengadilan Tata Usaha Negara. Kan aneh, seharusnya kalau sudah ada gugatan di pengadilan negeri, harus ditolak gugatannya di PTUN. Harus menunggu gugatannya inkracht. Ini cacat formil,” jelasnya.
Lebih lanjut, Hendra membeberkan bahwa selama persidangan kliennya tersebut tidak pernah dipertemukan oleh penggugat (Slamet Utomo) saat mediasi.
“Anehnya lagi, Ibu Mega ini tidak pernah dipertemukan baik selama persidangan ataupun mediasi. Klien saya ini mama kandungnya sendiri, bukan orang lain. Kenapa kok nggak dipertemukan,” lanjutnya.
Kemudian Hendra menerangkan, kliennya tersebut memiliki tiga orang anak. Mereka yaitu Slamet Utomo, Sri Rahayu, dan Herry Sugiharto. Dan ketiganya telah menerima pembagian warisan dealer motor berupa anak cabang.
“Objek berupa dealer yang digugat ini awalnya atas nama almarhum suami dari klien kami (sujianto). Kemudian ketiga anaknya ini sepakat dibalik nama atas nama Ibu Mega dan dinotariilkan. Karena semua anaknya sudah menerima bagiannya masing-masing,” terangnya.
Namun, sambung Hendra, di persidangan pihak penggugat malah membalikkan fakta jika penandatanganan kesepakatan tersebut Slamet utomo berada dalam tekanan. “Dibalik semua faktanya. Katanya penggugat dalam tekanan waktu tanda tangan tersebut,” imbuhnya.
Hendra berharap, agar masyarakat dapat ikut memperhatikan dan mengamati kasus yang ditanganinya ini. Sebab, disinyalir perkara kliennya tersebut terdapat banyak pertimbangan yang menabrak semua aturan hukum.
“Kami mengharapkan Mahkamah Agung RI, Komisi Yudisial, dan lembaga pengawas kehakiman memberikan perhatian khusus terhadap perkara ini,” katanya.
Sedangkan Herry Sugiharto mengatakan jika kakaknya (Slamet) saat ini sedang mengalami stroke. Lalu dia mengaku jika ibunya pernah dipaksa bertemu oleh istri dari kakaknya tersebut.
“Malah yang mau nemuin itu istrinya LC, anaknya, sama mantunya. Memaksa bertemu mama saya. Dan sekarang usaha dealer atas nama mama saya itu berhenti 2 tahun. Gara-gara dilaporkan sama istrinya itu ke pusat. Pusat tidak mau kalau masih ada sengketa di dealer,” ungkapnya.
Jika mau diamati secara lengkap, proses perkara ini secara runtut dari gugatan awal di Pengadilan Negeri Banyuwangi, masih banyak cacat formil dan hakim seharusnya memutus gugatan ini tidak bisa diterima. Cacat formil yg paling fatal pada surat kuasa penggugat, saat mediasi yang mana pihak penggugat tidak mau hadir tanpa alasan yg dibenarkan hukum, cacat formil seperti ini seharusnya majelis hakim memutus untuk tidak menerima gugatan ini atau istilahnya di NO [Niet on Rigth matigverklard]. Syarat formil dalam perkara perdata itu rohnya hukum acara. Ketika cacat tidak bisa dilanjut pemeriksaan selanjutnya ke pokok perkara.
Kemudian dalam putusan di PTUN surabaya juga demikian eksebsi yang diajukan oleh kuasa hukum pihak tergugat awal dari yaitu tim hukum kantor “Barometer Hukum Indonesia” law firm Banyuwangi. Diantara putusan PTUN sangat menciderai hukum,
1. Pertimbangan menggunakan dasar Undang undang atau aturan yang sudah tidak diberlakukan, perkara jni masih ditangani atau diajukan pemeriksaan di peradilan Umum dan juga belum inckrah berkekuatan hukum tetap masih ada uoaya hukum lanjutan. PTUN majelis hakimnya seharusnya tidak menerima gugatan ini. Biar selesai dulu sengketa keperdataanya, supaya tidak terjadi benturan hukum yg berbeda antara dua lembaga peradilan. Dan itu jelas ada aturan dan yurisprodensinya. Tapi aneh juga PTUN berani memutus perkara ini. Dengan pertimbangan yang sangat kurang cermat dan tendensius.
a. Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya Tidak cermat dan Teliti dalam menilai fakta persidangan dalam perkara ini;
i. Obyek Sengketa dalam perkara a quo masih berstatus sengketa hak di Pengadilan Negeri Banyuwangi, dan saat ini masih dalam upaya hukum Banding belum inkracht, dan masih ada upaya-upaya hukum lagi berupa Kasasi dan PK, sedangkan Putusan PTUN ini akan berakibat kekacauan hukum jika pada akhirnya sengketa di Peradilan Umum ini saling bertentangan isi putusannya;
Hal ini juga mengabaikan Yurisprudensi Mahkamah Agung: Yurisprudensi Nomor 88.K/TUN/1993 tanggal 9-9-1994 yang berbunyi “Meskipun sengketa ini terjadi akibat adanya Surat Keputusan Pejabat atau Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN), tetapi dalam sengketa tersebut terdapat sengketa perdata menyangkut pembuktian status dan hak atas tanah yang masuk dalam lingkup kewenangan Hakim Perdata, maka sengketa tersebut seharusnya terlebih dahulu diselesaikan melalui Badan Peradilan Umum”.
ii. Pertimbangan dalam Putusan seakan-akan Penggugat telah mengajukan blokir sebelum Gugatan padahal, blokir diajukan setelah Gugatan bukan sebelum Gugatan;
iii. Pertimbangan dalam Putusan seakan-akan pihak Badan Pertanahan Nasional sudah mengetahui dan terlibat dalam perkara Perdata di Pengadilan Negeri, padahal Pihak Badan Pertanahan Nasional tidak pernah dilibatkan dalam Gugatan Perdata;
b. Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya TELAH SALAH dalam menerapkan hukum sebab menggunakan Dasar Hukum yang sudah dinyatakan dicabut.
judex facti tingkat pertama dalam pertimbangannya pada halaman 54 putusan perkara a quo menggunakan dasar hukum Pasal 45 ayat (1) huruf e Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997, Bahwa Pertimbangan Hakim tersebut SALAH sebab pasal 45 ayat ( 1) huruf e Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 yang berbicara tentang syarat : e. tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan , pasal ini sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh Pasal 103 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
3. Kami selaku kuasa lanjutan dalam perkara ini yang sebelumnya dikuasakan oleh teman sejawat kami dari Banyuwangi, yaitu Ir.SAIFUL MUTTAQIN.SH.MH. dan rekan yang berkantor di “BAROMETER HUKUM INDONESIA” law Firm Banyuwangi.
Ada beberapa Point yang harus diperhatikan:
1. Kaitan bahwa perkara ini masih di ranah perdilan Amum harus diselesaikan dulu sampai inkrah supaya ada kepastian hukumnya, selanjutnya jika dalam pelaksaanaan menjalankan putusan ada kaitan dengan Keputusan tata usaha negara bisa digugat di PTUN Surabaya. Kenapa demikian supaya tidak tumpeng tindih, supaya tidak rancu dalam proses beracaranya.
2. Kaitan bahwa Judec Facti yang telah memutus di PTUN Surabaya dalam pertimbangannya menggunakan suatau aturan hukum yang sudah tidak diberlakukan seperti yang saya jelaskan diatas. Ini hakim paham tidak atau Lupa atau Tidak Tau atau tidak mengerti dengan system peradilan dan falsafah hukum. Baik itu dalam hukum formil beracara atau dasar pertimbangan hukumnya.
3. Kaitan bahwa judec facti telah memanipulasi bahasa atau permainan bahasa dalam pertimbangan hukumnya, tidak jelas dan tidak cermat, tidak teliti, dalih penggugat telah melakukan blokir di BPN memang ada tapi dilakukan setelah Obyeh SHM beralih kepada tergugat.
Pertimbangannya tanpa melihat kapan dan kemana pemblokiran itu dilakukan, judec facti harus cermat teliti jangan asal hanya sudah ada surat pemblokiran tanpa melihat isi dan redaksi kejadian waktunya, seakan akan yang penting sudah ada pemblokiran, tapi pemblokirannya kapan tidak dilihat. Kekurang cermatan ini menimbulkan ketidak adilan dalam penilaian dan putusan, hal ini sangat sangat mencederai pencari keadilan dan hukum di Indonesia.
4. Saya juga membaca berkas berkas yang ada selama proses pemeriksaan di Pengadilan Negeri Banyuwangi juga demikian. Adanya kurang pihak, surat kuasa yang salah (syarat formil hukum acara perdata), dan ada beberapa eksepsi ini diputus dengan pertimbangan yang menabrak semua aturan hukum acara. Dan masih banyak lagi yang pertimbangan pertimbangan Majelis Hakim sangatlah memilukan dan menciderai hukum di Indonesia.
Untuk itu kami mengharap sebagai kuasa lanjutan agar supaya Mahkamah Agung, Komisi yudicial, Hakim Pengawas, lembaga pemerhati hukum, praktisi hukum untuk ikut memperhatikan proses peradilan ini hingga selesai. Karena persidangannya bersifat terbuka, jangan sampai putusan putusan di paksakan dikondisikan dan menabrak semua aturan hukum. Imbuh hendra sebagai team kuasa hukumnya. (q cox)