Jatim Raya

OJK Catat Positif Pertumbuhan Perbankan Syariah Jatim

14
×

OJK Catat Positif Pertumbuhan Perbankan Syariah Jatim

Sebarkan artikel ini

BATU (Suarapubliknews.net) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 4 Jawa Timur mencatat kinerja positif perbankan Jawa Timur, khususnya bank syariah mampu menunjukkan eksistensinya dengan pertumbuhan volume usaha sebesar 16,12% (yoy), DPK 13,84% (yoy) dan Pembiayaan 18,02% (yoy).

Kepala OJK Regional 4 Jawa Timur, Heru Cahyono mengatakan pertumbuhan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan perbankan di Jawa Timur sehingga menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat Jawa Timur terhadap perbankan syariah mengalami peningkatan yang signifikan.

“Namun demikian, perbankan syariah di Jawa Timur harus lebih berupaya meningkatkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan pembiayaan, mengingat risiko kredit perbankan syariah di Jawa Timur cenderung meningkat secara signifikan yang ditandai dengan peningkatan rasio NPF dari 2,74% pada triwulan III tahun 2017 menjadi 5,23% pada triwulan III tahun 2018,” katanya.

Sebagai bagian dari sistem keuangan di Indonesia, industri perbankan syariah khususnya BPRS tidak lepas dari berbagai tantangan yang dihadapi, baik tantangan yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro, maupun tantangan-tantangan lain yang muncul akibat dari persaingan usaha serta meningkatnya tuntutan regulasi.

“BPRS di Jawa Timur harus mampu lebih adaptif dan kreatif dalam menyusun berbagai strategi bisnis, baik strategi dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat maupun strategi dalam menjalankan kegiatan operasional bank se-efektif dan se-efisien mungkin,” lanjut Heru.

Semakin meluasnya pelayanan disertai peningkatan volume usaha BPRS maka semakin meningkat pula risiko BPRS sehingga mendorong kebutuhan terhadap Penerapan Manajemen Risiko oleh BPRS.

Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan kinerja BPRS, melindungi pemangku kepentingan (stake holder) dan meningkatkan kepatuhan BPRS terhadap perundang-undangan, serta nilai-nilai etika yang berlaku umum pada perbankan, OJK akan segera menerbitkan regulasi tentang Penerapan Manajemen Risiko dan Penerapan Tata Kelola bagi BPRS. Sehubungan dengan hal itu,

Heru Cahyono meminta agar BPRS segera mempersiapkan infrastruktur yang memadai, terutama terkait dengan peningkatan kompetensi Sumber Daya Insani, kecukupan Kebijakan dan Prosedur serta kesiapan Teknologi dan Sistem Informasi.

Concern mengenai rasio NPF BPRS yang tergolong tinggi, mengingat tingginya NPF berpengaruh signifikan terhadap penilaian tingkat kesehatan BPRS yang menjadi salah satu kriteria dalam penetapan status Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI), sehingga diperlukan langkah-langkah konkrit untuk menurunkan tingginya rasio NPF tersebut sekaligus mengantisipasi peningkatan NPF.

“Selanjutnya, terkait dengan pentingnya modal bank sebagai risk buffer dan pemenuhan ketentuan permodalan, BPRS dapat mengantisipasi dan mengupayakan sejak dini kewajiban pemenuhan modal inti minimum yang harus dipenuhi pada akhir tahun 2020, terutama bagi BPRS dengan modal inti kurang dari Rp3 miliar maupun kurang dari Rp6 miliar,” himbaunya. (q cox, Tama Dinie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *