HukrimJatim Raya

Anak Manfaatkan Ibu Untuk Menguasari Harta Waris, Begini Ceritanya

20
×

Anak Manfaatkan Ibu Untuk Menguasari Harta Waris, Begini Ceritanya

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Melalui Rudy Santoso selaku pengacaranya, Slamet Utomo (58) mengaku tidak menyangka bahwa adik bungsunya, Hery Sugiharto (53) tega memanfaatkan ibunda tercinta, Megawati Purnamasari (77) untuk menguasai harta waris ayahanda tercinta, Alm. Sutjianto. Lebih parahnya lagi, sang adik dengan tega memfitnah sang kakak melalui berbagai berita yang ditayangkan di berbagai media cetak maupun media elektronik, seolah-olah sang kakak berusaha mengusir sang ibu dari rumahnya sendiri.

Kepada berbagai awak media, Rudy Santoso menyatakan bahwa kejadian ini bermula dari meninggalnya sang ayah pada akhir tahun 2020, dimana ia meninggalkan harta waris, diantaranya sebuah dealer dan bengkel yang cukup terkenal di Banyuwangi. Dealer dan bengkel tersebut berdiri di atas 2 (dua) bidang tanah hak milik atas nama Alm. Sutjianto.

Megawati sendiri telah meninggalkan rumah yang berfungsi sekaligus sebagai dealer dan bengkel tersebut sejak meninggalnya Alm. Sutjianto dan tinggal bersama dengan Hery, dimana seluruh biaya-biaya hidup dan pengobatannya dihitungkan sebagai hutang Megawati.

“Megawati tidak memberikan tanggapan ketika Slamet mengundangnya untuk tinggal bersamanya dengan seluruh biaya hidup dan pengobatan ditanggung sepenuhnya oleh Slamet tanpa diperhitungkan sebagai hutang,” ujar Rudy.

Permasalahan timbul ketika Slamet, yang menderita penyakit stroke sejak awal 2020, secara tiba-tiba pada bulan Januari 2021 didatangi di rumahnya di Jajag, Banyuwangi oleh seseorang bernama Sabar Johnson Situmorang, yang mengaku sebagai kuasa hukum Megawati.

Ia kemudian mendesak Slamet untuk ikut dengannya ke rumah Hery di Genteng, Banyuwangi, dimana Slamet kemudian disodori suatu dokumen berjudul kesepakatan bersama, dan dipegang tangannya oleh Sabar untuk dicapkan jempolnya pada dokumen tersebut dan beberapa dokumen lainnya.

Sabar hanya mengatakan bahwa dokumen tersebut adalah untuk menyerahkan pengelolaan dealer dan bengkel peninggalan Alm. Sutjianto kepada Megawati, dimana hasilnya akan dipergunakan untuk biaya hidup dan pengobatan Megawati. Namun demikian, Sabar, Megawati, maupun Hery tidak seorangpun yang menyampaikan bahwa pengelolaan tersebut akan diserahkan oleh Megawati kepada Hery setelahnya.

Pada 03 Maret 2021, tanpa sepengetahuan maupun persetujuan dari Slamet dan Sri Rahayu (56) (anak kedua dari pasangan Sutjianto dan Megawati), Megawati menerbitkan sebuah surat kepada PT. Mitra Pinasthika Mulia, yang menyatakan seolah-olah para ahli waris Alm. Sutjianto telah sepakat untuk menyerahkan pengelolaan dealer dan bengkel Alm. Sutjianto kepada Hery.

Dalam kondisi diam-diam tersebut, Sabar kemudian menemui Ridwan, Notaris dan PPAT di Banyuwangi, dan memintanya untuk membuat 5 (lima) akta, yang mana salah satunya adalah akta kesepakatan bersama yang di kemudian hari diberi nomor 105, berisi seolah-olah telah terjadi kesepakatan diantara para ahli waris Alm. Sutjianto untuk menyerahkan sepenuhnya 2 (dua) bidang tanah milik Alm. Sutjianto tersebut, dan 1 (satu) bidang tanah yang bukan merupakan milik Alm. Sutjianto (melainkan milik Slamet dan Yani Hartoyo, mantan suami Sri Rahayu) kepada Megawati.

Adapun akta lain yang dibuat oleh Ridwan adalah akta kesepakatan bersama yang di kemudian hari diberi nomor 106, yang pada pokoknya berisi kesepakatan para ahli waris Alm. Sutjianto untuk menyerahkan seluruh uang milik Alm. Sutjianto kepada Megawati, akta pembagian hak bersama yang di kemudian hari diberi nomor 494/2022 dan 504/2022 yang pada pokoknya sebagai pelaksanaan dari Akta Kesepakatan Bersama nomor 105 untuk menyerahkan 2 bidang tanah hak milik Alm. Sutjianto tersebut kepada Megawati Purnamasari, serta 1 (satu) buah Akta Pembagian Hak Bersama yang hingga kini belum diberi nomor, yang pada pokoknya untuk mengalihkan 1 (satu) bidang tanah hak milik Slamet dan Yani tersebut kepada Megawati.

Ridwan sendiri sebagai Notaris dan PPAT, telah melanggar berbagai ketentuan jabatan Notaris dan PPAT dalam pembuatan 5 (lima) akta tersebut, antara lain karena ia melakukan penandatanganan secara terpisah-pisah antara para pihak, penandatanganan tidak disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi, dan bahkan penandatanganan oleh Sri Rahayu tidak disaksikan oleh Ridwan sendiri sebagai Notaris dan PPAT, tidak terdapat pembacaan akta. Manipulasi yang dilakukan tidak hanya sampai di situ, tanpa diundang, Sabar mengajak Ridwan untuk datang ke rumah keluarga isteri Slamet di Surabaya pada malam hari, dimana kemudian Ridwan memegang tangan Slamet yang masih belum pulih dari sakit stroke, dan mencapkannya di akta-akta yang dibuatnya tersebut.

Lebih parahnya, ketika mengetahui Slamet dalam keadaan stroke dan salah satu obyek kesepakatan bukan milik Alm. Sutjianto, Ridwan secara sepihak membuat surat yang pada pokoknya menyatakan membatalkan Akta No. 105 tersebut. Namun demikian, setelahnya, sekali lagi secara sepihak, tanpa melalui prosedur yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, Ridwan kemudian menerbitkan Akta No. 105 tersebut dengan merubah sendiri obyek akta tersebut, dari 3 (tiga) obyek, menjadi 2 (dua) obyek.

Setelah mengetahui adanya upaya Megawati untuk mengalihkan kepemilikan dan/atau pengelolaan dealer dan bengkel kepada Hery, Slamet kemudian melayangkan keberatan kepada PT. Mitra Pinasthika Mulia. Atas hal tersebut, Megawati kemudian mengajukan Gugatan Waris terhadap Slamet dan Sri, dengan nomor perkara 225/Pdt.G/2021/PN.Byw., yang dalam proses pemeriksaannya, terdapat banyak sekali sikap Majelis Hakim yang memihak, antara lain sikap Ketua Majelis Hakim pada saat itu, Khamozaro Waruwu, S.H. yang menyatakan berulang kali bahwa dalam perkara ini, dia menjamin bahwa sang ibu akan dimenangkan, dan bahkan mempertaruhkan jabatannya bahwa sampai Mahkamah Agung sekalipun, akan terus begitu.

Bahkan, setelah kami mengajukan pengaduan atas sikap Hakim Khamozaro tersebut kepada Badan Pengawas Mahkamah Agung, Ketua Majelis Hakim penggantinya, Luluk Winarko, S.H. pun menunjukkan sikap memihak, dengan meninggalkan kami yang sedang terkena covid dan telah memberitahukannya, meskipun persidangan tersebut dengan agenda bukti surat penggugat (Megawati). Ketika melakukan pemeriksaan berkas (inzage), kami menemukan banyak sekali bukti yang sengaja dimanipulasi oleh Sabar selaku Kuasa Hukum Megawati dalam perkara tersebut, antara lain sengaja tidak melampirkan copy BPKB kendaraan milik Alm. Sutjianto secara lengkap, dan hanya melampirkan 2-3 halaman semata.

Selain itu, terdapat bukti P-53 dan Bukti P-57 Perkara 225/Pdt.G/2021/PN.Byw tersebut, terdapat rincian, antara lain berupa biaya-biaya hidup Megawati, rincian gaji Sugito (manager di dealer CV. Garuda Jaya Motor milik Hery), serta biaya makan bersama Sabar dkk (meskipun saksi Mijem selaku suster yang menjaga Megawati, yang diajukan sendiri oleh Hery, menyatakan di bawah sumpah bahwa Megawati tidak pernah makan bersama Sabar dkk). Atas sikap Hakim Luluk tersebut, kami juga telah mengajukan pengaduan.

“Atas perkara No. 225/Pdt.G/2021/PN.Byw tersebut, Pengadilan Negeri Banyuwangi kemudian menjatuhkan putusan berupa gugatan tidak dapat diterima, dan terhadap putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap,” kata Rudy.

Mengingat bahwa terhadap akta-akta yang diterbitkan oleh Sabar maupun oleh Notaris dan PPAT Ridwan tersebut masih tidak terdapat kejelasan keberlakuannya, maka Slamet mengajukan Gugatan Pembatalan terhadap akta-akta tersebut, yang terdaftar sebagai Perkara No. 184/Pdt.G/2022/PN.Byw. Setiap berita yang menyatakan Slamet mengajukan Gugatan Waris adalah fitnah dan sama sekali tidak benar.

Dalam mediasi Perkara No. 184/Pdt.G/2022/PN.Byw tersebut, ketika ditanya oleh Mediator Hakim, Megawati menunjukkan sikap tidak mengetahui apapun terkait permasalahan yang terjadi, dan secara tiba-tiba, Hery berbisik kepadanya dan ia langsung berteriak-teriak histeris, dan bersikap tidak terkendali.

Meskipun tanah-tanah hak milik Alm. Sutjianto tersebut terkait dengan Perkara No. 184/Pdt.G/2022/PN.Byw tersebut, namun pada tanggal 21 dan 28 September 2022, secara melawan hukum, PPAT Ridwan memberikan nomor dan tanggal terhadap Akta Pembagian Hak Bersama yang telah dibuat pada tahun 2021, dan menomorinya dengan nomor 494/2022 dan 504/2022, serta mempergunakannya untuk membaliknamakan tanah hak milik Alm. Sutjianto tersebut kepada Megawati.
Atas sikap melawan hukum yang dilakukan dalam membaliknamakan tanah hak milik Alm. Sutjianto tersebut, Slamet kemudian mengajukan Gugatan Tata Usaha Negara dengan perkara No. 240/G/2022/PTUN.Sby untuk membatalkan peralihan tersebut.

“Terhadap perkara tersebut, Pengadilan Tata usaha Negara Surabaya telah menjatuhkan putusan yang pada pokoknya mengabulkan gugatan Slamet, dan membatalkan peralihan / balik nama atas 2 (dua) bidang tanah hak milik Alm. Sutjianto tersebut,” ujar Rudy.

Adapun terhadap perkara No. 184/Pdt.G/2022/PN.Byw, Pengadilan Negeri Banyuwangi telah menjatuhkan putusan yang pada pokoknya mengabulkan gugatan Slamet, dan membatalkan akta-akta yang dibuat oleh Sabar dan/atau Ridwan tersebut. Bahkan terhadap perkara tersebut telah diajukan banding, dan Pengadilan Tinggi Surabaya telah menjatuhkan Putusan No. 276/Pdt/2023/PT.Sby, yang pada pokoknya menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi No. 184/Pdt.G/2022/PN.Byw. tersebut.

Pengadilan Negeri Banyuwangi juga telah menjatuhkan sita jaminan terhadap tanah hak milik Alm. Sutjianto tersebut, namun demikian, sita jaminan tidak membatasi keluar-masuk orang ke dalam tanah tersebut, sehingga segala pemberitaan yang menyatakan seolah-olah Megawati terusir karena adanya sita jaminan tersebut adalah fitnah dan sepenuhnya tidak benar. Apalagi, hingga saat ini, justru Megawati yang menguasai dan memiliki kunci rumah, dealer, dan bengkel Alm. Sutjianto tersebut, dan Slamet sama sekali tidak menguasai ataupun memiliki kunci rumah, dealer, dan bengkel tersebut. (q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *